Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah, keluarga
dan para sahabatnya.
Allahumma Innaka 'Afuwwun, Tuhibbul 'Afwa, Fa'fu 'Anni
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf dan senang memaafkan,
maka maafkanlah
Dianjurkan untuk membanyak doa pada malam yang agung ini,
Lailatul Qadar. Doa apa saja yang mengandung kebaikan dunia dan
akhirat. Karena Lailatul Qadar termasuk waktu mustajab.
Khususnya doa istimewa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam kepada Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiyallahu
'Anha. Yaitu saat 'Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana menurutmu jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa
yang harus aku baca?” kemudian Beliau Shallallahu 'Alaihi
Wasallam menjawab, “Ucapkanlah:
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf dan senang memaafkan,
maka maafkanlah kesalahanku.” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
Ahmad. Imam al-Tirmidzi dan al-Hakim menshahihkannya)
Nama Allah "Al-'Afuww" (Mahapemaaf)
Nama Allah "Al-'Afuww" disebutkan lima kali dalam Al-Qur'an.
Pertama, disebutkan bersama nama-Nya "Al-Qadir".
“Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau
memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. Al-Nisa': 149)
terkadang seseorang memaafkan kesalahan orang lain karena dia
tidak mampu membalas atas keburukannya. Namun Allah Subhanahu
wa Ta'ala menyebutkan, Dia memaafkan, padahal Dia kuasa
membalas keburukan (dosa) hamba. Maka ini adalah pemberian maaf
yang sebenarnya dan sangat istimewa.
Kedua, penyebutan nama al-'Afuww yang lainnya digandeng dengan
nama-Nya Al-Ghafur.
“Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS.
Al-Nisa': 43)
“Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Nisa': 99)
Ayat-ayat yang menyebutkan nama Allah "Al-'Afuww" yang memiliki
sifat pemberi maaf, sesungguhnya menunjukkan bahwa Allah
senantiasa dikenal bersifat pemaaf. Senantiasa mengampuni dan
memberi maaf kepada hamba-hamba-Nya, walau mereka sering
berdosa kepada-Nya. Mereka sangat berhajat kepada maaf-Nya
sebagaimana mereka berhajat kepada rahmat dan kemurahan-Nya.
Bahkan bisa dikatakan, kebutuhan mereka kepada maaf Allah lebih
daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Kenapa?
Karena kalau tidak memberikan maaf kepada penduduk bumi,
niscaya hancur dan binasalah mereka semua dengan dosa-dosa
mereka.
Sifat maaf Allah adalah maaf yang lengkap, lebih luas dari
dosa-dosa yang dilakukan hamba-Nya. Apalagi kalau mereka datang
dengan istighfar, taubat, iman, dan amal-amal shalih yang
menjadi sarana untuk mendapatkan maaf Allah. Sesungguhnya tidak
ada yang bisa menerima taubat para hamba dan memaafkan
kesalahan mereka dengan sempurna kecuali Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Makna Nama Allah "Al-‘Afuww"
Kalimat 'afaa, secara bahasa –sebagaimana yang disebutkan dalam
kamus- memiliki dua makna: Pertama, memberi dengan penuh
kerelaan. Ini seperti kalimat, "A'thaituhu min maali 'afwan",
maknanya: aku beri dia sebagian dari hartaku yang berharga
dengan penuh kerelaan tanpa diminta. Ini seperti firman Allah
Ta'ala:
"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan"." (QS. Al-Baqarah: 219)
sehingga itu dikeluarkan dengan penuh keridhaan. Wallahu a'lam.
Kedua, al-izalah (menghilangkan/menghapus). Seperti kalimat,
"'Afatir riihu al-atsara" artinya: angin telah
menghilangkan/menghapus jejak. Contoh nyata terdapat dalam
catatan sirah nabawiyah (sejarah perjalanan hidup Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam) tentang perjalanan hijrah: Saat
beliau bersembunyi di goa Tsur bersama Abu Bakar, adalah Asma'
binti Abu Bakar membawakan makanan untuk keduanya. Maka
terdapat dalam catatan:
“Maka ia memerintahkan budaknya agar menghilangkan/menghapus
jejak kaki Asma' sehingga orang-orang kafir tidak tahu jalur
yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.”
Maka ada tiga kandungan dalam nama Allah "Al-'Afuww' ini:
Menghilangkan dan menghapuskan, lalu ridha, kemudian memberi.
Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan, menghapuskan
dosa-dosa hamba-Nya dan bekas dosa tersebut. Lalu Allah
meridhai mereka. Kemudian sesudah meridhai, Dia memberi yang
terbaik (maaf) tanpa mereka memintanya.
Mewujudkan maaf ini seorang hamba diperintahkan untuk memiliki
sifat pemaaf. Tidak membalas keburukan orang lain terhadap
dirinya dengan keburukan serupa, apalagi dengan keburukan yang
lebih besar. Tapi ia sabar-sabarkan diri dari marah atas sikap
buruk orang lain terhadap dirinya, lalu ia maafkan
kesalahn-kesalahan mereka, dan ia balas keburukan dengan
kebaikan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka
Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai
orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Syuura: 40)
Maksud “maka Pahalanya atas Allah”: Allah tidak akan
menyia-nyiakan sikapnya itu di sisi-Nya. Tetapi Allah akan
memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang setimpal.
Disebutkan dalam hadits shahih Muslim, "Tidaklah Allah menambah
kepada hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan."
Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
No comments:
Post a Comment