for better life Headline Animator

Wednesday 31 July 2013

Perbanyaklah Membaca Doa Ini di Malam Lailatul Qadar

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah, keluarga

dan para sahabatnya.


Allahumma Innaka 'Afuwwun, Tuhibbul 'Afwa, Fa'fu 'Anni

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf dan senang memaafkan,

maka maafkanlah

Dianjurkan untuk membanyak doa pada malam yang agung ini,

Lailatul Qadar. Doa apa saja yang mengandung kebaikan dunia dan

akhirat. Karena Lailatul Qadar termasuk waktu mustajab.

Khususnya doa istimewa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu

'Alaihi Wasallam kepada Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiyallahu

'Anha. Yaitu saat 'Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah,

bagaimana menurutmu jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa

yang harus aku baca?” kemudian Beliau Shallallahu 'Alaihi

Wasallam menjawab, “Ucapkanlah:

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf dan senang memaafkan,

maka maafkanlah kesalahanku.” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan

Ahmad. Imam al-Tirmidzi dan al-Hakim menshahihkannya)

Nama Allah "Al-'Afuww" (Mahapemaaf)

Nama Allah "Al-'Afuww" disebutkan lima kali dalam Al-Qur'an.

Pertama, disebutkan bersama nama-Nya "Al-Qadir".

“Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau

memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya

Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. Al-Nisa': 149)

terkadang seseorang memaafkan kesalahan orang lain karena dia

tidak mampu membalas atas keburukannya. Namun Allah Subhanahu

wa Ta'ala menyebutkan, Dia memaafkan, padahal Dia kuasa

membalas keburukan (dosa) hamba. Maka ini adalah pemberian maaf

yang sebenarnya dan sangat istimewa.

Kedua, penyebutan nama al-'Afuww yang lainnya digandeng dengan

nama-Nya Al-Ghafur.

“Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS.

Al-Nisa': 43)

“Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya.  Dan adalah

Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Nisa': 99)

Ayat-ayat yang menyebutkan nama Allah "Al-'Afuww" yang memiliki

sifat pemberi maaf, sesungguhnya menunjukkan bahwa Allah

senantiasa dikenal bersifat pemaaf. Senantiasa mengampuni dan

memberi maaf kepada hamba-hamba-Nya, walau mereka sering

berdosa kepada-Nya. Mereka sangat berhajat kepada maaf-Nya

sebagaimana mereka berhajat kepada rahmat dan kemurahan-Nya.

Bahkan bisa dikatakan, kebutuhan mereka kepada maaf Allah lebih

daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Kenapa?

Karena kalau tidak memberikan maaf kepada penduduk bumi,

niscaya hancur dan binasalah mereka semua dengan dosa-dosa

mereka.

Sifat maaf Allah adalah maaf yang lengkap, lebih luas dari

dosa-dosa yang dilakukan hamba-Nya. Apalagi kalau mereka datang

dengan istighfar, taubat, iman, dan amal-amal shalih yang

menjadi sarana untuk mendapatkan maaf Allah. Sesungguhnya tidak

ada yang bisa menerima taubat para hamba dan memaafkan

kesalahan mereka dengan sempurna kecuali Allah Subhanahu wa

Ta'ala.

Makna Nama Allah "Al-‘Afuww"

Kalimat 'afaa, secara bahasa –sebagaimana yang disebutkan dalam

kamus- memiliki dua makna: Pertama, memberi dengan penuh

kerelaan. Ini seperti kalimat, "A'thaituhu min maali 'afwan",

maknanya: aku beri dia sebagian dari hartaku yang berharga

dengan penuh kerelaan tanpa diminta. Ini seperti firman Allah

Ta'ala:

"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.

Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan"." (QS. Al-Baqarah: 219)

sehingga itu dikeluarkan dengan penuh keridhaan. Wallahu a'lam.

Kedua, al-izalah (menghilangkan/menghapus). Seperti kalimat,

"'Afatir riihu al-atsara" artinya: angin telah

menghilangkan/menghapus jejak. Contoh nyata terdapat dalam

catatan sirah nabawiyah (sejarah perjalanan hidup Nabi

Shallallahu 'Alaihi Wasallam) tentang perjalanan hijrah: Saat

beliau bersembunyi di goa Tsur bersama Abu Bakar, adalah Asma'

binti Abu Bakar membawakan makanan untuk keduanya. Maka

terdapat dalam catatan:

“Maka ia memerintahkan budaknya agar menghilangkan/menghapus

jejak kaki Asma' sehingga orang-orang kafir tidak tahu jalur

yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.”

Maka ada tiga kandungan dalam nama Allah "Al-'Afuww' ini:

Menghilangkan dan menghapuskan, lalu ridha, kemudian memberi.

Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan, menghapuskan

dosa-dosa hamba-Nya dan bekas dosa tersebut. Lalu Allah

meridhai mereka. Kemudian sesudah meridhai, Dia memberi yang

terbaik (maaf) tanpa mereka memintanya.

Mewujudkan maaf ini seorang hamba diperintahkan untuk memiliki

sifat pemaaf. Tidak membalas keburukan orang lain terhadap

dirinya dengan keburukan serupa, apalagi dengan keburukan yang

lebih besar. Tapi ia sabar-sabarkan diri dari marah atas sikap

buruk orang lain terhadap dirinya, lalu ia maafkan

kesalahn-kesalahan mereka, dan ia balas keburukan dengan

kebaikan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka

Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas

(tanggungan) Allah.  Sesungguhnya Dia tidak menyukai

orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Syuura: 40)

Maksud “maka Pahalanya atas Allah”: Allah tidak akan

menyia-nyiakan sikapnya itu di sisi-Nya. Tetapi Allah akan

memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang setimpal.

Disebutkan dalam hadits shahih Muslim, "Tidaklah Allah menambah

kepada hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan."

Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, rabb semesta alam.

Shalawat dan salam terlimpah dan tercurah kepada manusia

pilihan, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga

dan para sahabatnya.

Lailatul Qadar adalah malam yang agung. Malam penuh kemuliaan.

Ibadah di dalamnya lebih baik daripada ibadah selama seribu

bulan. Siapa yang mendapatkan kemuliaannya sungguh ia manusia

beruntung dan dirahmati. Sebaliknya, siapa yang luput dari

kebaikan di dalamnya, sungguh ia termasuk manusia buntung dan

merugi.

Kemuliaan Lailatul Qadar yang penuh keberkahan dapat dilihat

dari pilihan Allah terhadapnya untuk menurunkan kitab

terbaik-Nya dan syariat agama-Nya yang paling mulia. Allah

Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam

kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam

kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.Pada malam itu turun

malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya

untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan

sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 1-5)

Sesungguhnya Lailatul Qadar tidak seperti malam-malam

selainnya. Pahala amal shalih di dalamnya sangat besar. Maka

siapa yang diharamkan mendapatkan pahalanya, sungguh  ia tidak

mendapatkan kebaikan malam itu. Oleh karenanya, sudah

sewajarnya seorang muslim menghidupkan malam tersebut dengan

bersungguh-sungguh melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah

secara maksimal. Dan menghidupkannya harus didasarkan kepada

iman dan berharap pahala kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Disebutkan dalam hadits shahih:

"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan

imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala),

diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan

Muslim)

Dalam redaksi lain,

"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di Lailatul Qadar

imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala),

diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan

Muslim)

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan tentang

waktu turunnya Lailatul Qadar tersebut. Beliau bersabda,

"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari

Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)

Lalu beliau menjelaskan lebih rinci lagi tentang waktunya dalam

sabdanya,

"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari

terakhir dari Ramadhan." (HR. Al-Bukhari)

Yaitu malam-malam ganjil dari bulan Ramadhan secara hakiki.

Yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Lalu sebagian ulama

merajihkan (menguatkan), Lailatul Qadar berpiindah-pindah dari

dari satu malam ke malam ganjil lainnya pada setiap tahunnya.

Lailatul Qadar tidak melulu pada satu malam tertentu pada

setiap tahunnya.

Imam al-Nawawi rahimahullah berkata: "Ini adalah yang zahir dan

terpilih karena bertentangan di antara hadits-hadits shahih

dalam masalah itu. tidak ada jalan untuk menjama'

(mengompromikan) di antara dalil-dalil tersebut kecuali dengan

intiqal (berpindah-pindah)-nya."

Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah memberikan

catatan terhadap pendapat-pendapat tentang Lailatul Qadar di

atas, "Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat pada

malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan

berpindah-pindah di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya

pada malam ke 27 saja. Adapun yang disebutkan oleh Ubay,

Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam suatu

tahun dan bukan berarti terjadi pada semua tahun. Buktinya,

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendapatinya pada

malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa'id

Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam

berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:

"Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian

terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah Lailatul Qadar pada

sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. Pada saat

itu aku merasa bersujud di air dan lumpur."

Abu Sa'id berkata: "Hujan turun pada malam ke 21, hingga air

mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi

Wasallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau basah terkena

lumpur. (HR. Al- Bukhari dan Muslim)

Demikian kumpulan hadits yang menyinggung tentang masalah

Lailatul Qadar. Wallahu A'lam." (Selesai ulasan dari Shahih

Fiqih Sunnah: III/202-203)

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al-Kiram

(Ta'liq atas Bulughul Maram) hal 197, mengatakan, "Pendapat

yang paling rajih dan paling kuat dalilnya adalah ia berada

pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir. Ia bisa

berpindah-pindah, terkadang di malam ke 21, terkadang pada

malam ke 23, terkadang pada malam ke 25, terkadang pada malam

ke 27, dan terkadang pada malam ke 29. Adapun penetapan

terhadap beberapa malam secara pasti, sebagaimana yang terdapat

dalam hadits ini (hadits Mu'awiyah bin Abi Sufyan), ia di malam

ke 27, dan sebagaimana dalam beberapa hadits lain, ia berada di

malam 21 dan 23, maka itu pada tahun tertentu, tidak pada

setiap tahun. Tetapi perkiraan orang yang meyakininya itu

berlaku selamanya, maka itu pendapat mereka sesuai dengan

perkiraan mereka. Dan terjadi perbedaan pendapat yang banyak

dalam penetapannya."

Tanda-tanda Lailatul Qadar

Disebutkan juga oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah bahwa

Lailatul Qadar memiliki beberapa tanda-tanda yang mengiringinya

dan tanda-tanda yang datang kemudian.

Tanda-tanda yang megiringi Lailatul Qadar:

    Kuatnya cahaya dan sinar pada malam itu, tanda ini ketika

hadir tidak dirasakan kecuali oleh orang yang berada di daratan

dan jauh dari cahaya.
    Thama'ninah (tenang), maksudnya ketenangan hati dan

lapangnya dada seorang mukmin. Dia mendapatkan ketenanangan dan

ketentraman serta lega dada pada malam itu lebih banyak dari

yang didapatkannya pada malam-malam selainnya.
    Angin bertiup tenang, maksudnya tidak bertiup kencang dan

gemuruh, bahkan udara pada malam itu terasa sejuk.
    Terkadang manusia bisa bermimpi melihat Allah pada malam

itu sebagaimana yang dialami sebagian sahabat radliyallah

'anhum.
    Orang yang shalat mendapatkan kenikmatan yang lebih dalam

shalatnya dibandingkan malam-malam selainnya.

Tanda-tanda yang mengikutinya:

Matahari akan terbit pada pagi harinya tidak membuat silau,

sinarnya bersih tidak seperti hari-hari biasa. Hal itu

ditunjukkan oleh hadits Ubai bin Ka'b radliyallah 'anhu dia

berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan

kepada kami: "Matahari terbit pada hari itu tidak membuat

silau." (HR. Muslim)         

Penutup

Siapa yang merindukan Lailatul Qadar hendaknya ia

bersungguh-sungguh dalam sisa hari Ramadhan ini, khususnya di

sepuluh hari terakhirnya. Semoga satu dari sepuluh malam

terakhir yang kita hidupkan tersebut adalah Lailatul Qadar.

Sehingga kita mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar.

Selain itu, esungguhan ini adalah bentuk iqtida' (mengikuti dan

mencontoh) Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. kita

juga memperbanyak doa dan pengharapan kepada-Nya untuk kebaikan

diri kita, keluarga, dan kaum muslimin secara keseluruhan.

Amiin! [PurWD/voa-islam.com]

Terorisme dalam kaca mata Islam

Assalamu’alaikum….

Bung Rizki, sy bingung dengan aksi terorisme dimana terkadang dibelakangnya pelakunya orang muslim , seperti dahulu ada tokoh namanya Noordin M Top cs sering dalam tindakannya menggunakan dalil Al Qur’an…sehingga kesannya yg disampaikan dan tindakannya ada benarnya, namun disisi lain banyak umat islam mengecam aksi terorisme dan menilai hal tersebut melenceng dari ajaran islam, jadi bagaimana kita harus bersikap dalam hal ini? jelasnya…mana/siapa yang benar? maaf susunan katanya agak rancu… Terima kasih….

Wa’alaikumusalam warahmatullahi wabaralatuh,

NK yang dirahmati Allah Swt. Sebelum kita masuk ke dalam inti pertanyaan Anda, ada baiknya kita menengok dulu istilah “terorisme” yang sekarang ngetrend lagi paska pemboman dua hotel Amerika di Kuningan, Jakarta, kemarin.

Sekarang, istilah “Terorisme” diartikan sebagai “Tindakan meneror, merusak, dan menghancurkan segala hal yang berhubungan dengan kepentingan AS”. Sebab itu “Dunia” menyatakan jika HAMAS adalah teroris, Muslim Moro adalah teroris, dan sebagainya. Sedang Zionis-Israel yang jelas-jelas Dajjal itu tidak disebut teroris. Kaum NeoLib yang jelas-jelas sejak tahun 1967 menjual murah bangsa ini kepada imperialisme asing Yahudi Internasional, juga tidak dikatakan sebagai teroris, padahal dampaknya sangat dahsyat ribuan kali ketimbang semua pemboman yang pernah terjadi di Indonesia. Istilah Terorisme memang dijadikan AS sebagai istilah pengganti untuk “Common-Enemy” setelah istilah “Cold War” atau “The Red Devil” tidak laku lagi.

Nah, jika benar pelaku  pemboman yang anda tanyakan seperti  Noordin M Top cs , maka perbuatan itu jelas tidak benar dalam kacamata syariah Islam, walau dalil yang dipakai ayat-ayat Qur’an. Hal ini biasa terjadi. Bukankah dukun dan paranormal saja melakukan kemusyrikan juga menggunakan ayat-ayat dari kitab yang sama? Dan bahkan banyak politisi yang juga jualan ayat Qur’an namun niatnya bukan untuk dakwah, sekadar untuk meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga dan kelompoknya. Juga banyak ayat-ayat Qur’an digunakan untuk menipu umat. Kemarin kita semua bisa melihat bagaimana ayat-ayat Qur’an digunakan untuk mendukung pemimpin yang tidak mau membubarkan ajaran sesat Ahmadiyah, yang berarti dia tidak mau mematuhi perintah Allah Swt. Padahal Rasulullah SAW jelas-jelas mewajibkan umat-Nya untuk memerangi nabi-nabi palsu seperti si ghulam ahmad itu sampai ke akar-akarnya.  Semuanya ini jelas sesat.

Peperangan dalam Islam bersifat membebaskan, yakni pembebasan manusia dari penghambaan kepada selain Allah SWT. Perang dalam Islam sangat bersifat adil, tidak sembarangan, tidak boleh membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya. Jadi, perang ekonomi ya hadapilah dengan perlawanan ekonomi juga (boikot produk pro-Zionis misalkan seperti yang difatwakan Dr. Yusuf Qaradhawy), perang pemikiran ya hadapilah dengan perlawanan di bidang pemikiran juga, dan perang dengan meriam dan tank ya baru dihadapi dengan senjata yang seimbang.

Apa yang dilakukan teroris dengan meledakkan bom dua kali di Bali dan sekian  kali di Kuningan dan ditempat lainnya , jelas suatu tindakan yang tidak bisa dibenarkan dalam syarat-syarat peperangan dalam Islam. Benar jika Bali dipenuhi oleh turis dari Barat, benar jika JW Marriot dan Ritz Carlton milik Amerika, tapi apakah mereka memerangi umat Islam dengan bom dan peluru? Di Indonesia jelas tidak. Kalau pun mereka memerangi umat Islam, paling-paling dengan perang ekonomi dan pemikiran, maka harusnya dihadapi juga dengan perlawanan di bidang ekonomi dan pemikiran, bukan dengan bom. Itu baru adil.

Sayangnya, kebanyakan umat Islam sekarang ini banyak yang menjadi umat yang reaktif, bukan umat yang aktif. Kita sangat tertinggal hampir dalam semua sektor dibandingkan dengan umat yang lain. Dulu di negeri ini, pernah ada gerakan dakwah yang militan dan lurus, menyampaikan al-haq dan melawan al-bathil dengan penuh izzah walau kepada penguasa sekali pun, sayang sekarang semuanya sudah sirna terbakar gemerlap kursi kekuasaan, sehingga yang haq bisa jadi bathil dan juga sebaliknya. Yang model begini pun dengan menggunakan ayat-ayat Qur’an, sama seperti yang dilakukan dukun.

Kita sebagai umat Islam dalam memandang aksi-aksi terorisme di tanah air memang harus bersikap prihatin. Namun jangan salah, teroris yang membom dua sekian peristiwa di tanah air  lalu itu “cuma” menewaskan sekian kecil jumlah orang. Ada teroris yang jauh lebih besar, lebih berbahaya, lebih ganas, lebih rakus, yakni teroris yang dilakukan dengan diam-diam, dengan penuh senyum, yang dilakukan para Neolib sejak empatpuluh tahun lalu di negeri ini.

Yang dianggap teroris,  yang beraksi di tanah air ini  adalah teroris kelas kacangan, sedangkan teroris yang menjajah negeri ini sejak empatpuluhan tahun lalu adalah teroris yang sesungguhnya, yang telah berhasil menipu jutaan orang. Korban yang jatuh akibat perbuatan mereka ini jumlahnya ratusan juta orang, dan berjalan dari generasi ke generasi. Yang belakangan inilah yang seharusnya lebih harus diwaspadai dan dilawan. Tapi itu, ya lawannya dengan adil dan bermartabat, sesuai dengan kaidah perang dalam Islam. (Rz)

Wallahu’alam bishawab. Wassalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh.   

sumber: eramuslim.com

Tuesday 30 July 2013

Ramadhan : Road to Success

Alhamdulillaahi Wash Sholaatu Wassalaamu 'alaa RasuulilLaah ...

ammaa ba'du,

1. Sukses sejati adalah keberhasilan meraih do'a : ROBBANAA AATINAA FID DUN YAA HASANAH WA FIL AAKHIRATI HASANAH WAQINAA 'ADZAABAN NAAR

'Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu , atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang mendo'a: "Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (QS. 2:200)
Dan di antara mereka ada orang yang berdo'a: "Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka " (QS. 2:201)
Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. 2:202)'

2. Diraih dengan IMAN dan TAQWA

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. 7:96)"

"[16:97] Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

"Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. 40:39)
Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS. 40:40)"

"Maka, Kami memperingatkan kamu dengan api yang menyala-nyala. (QS. 92:14)
Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, (QS. 92:15)
yang mendustakan (kebenaran) dan (berpaling) dari iman. (QS. 92:16)
Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling taqwa dari neraka itu, (QS. 92:17)"

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (QS. 3:133)"

3. Ramadhan Mendatangkan AMPUNAN

MAN SHOOMA ROMADHOONA IIMAANAN WAH-TISAABAN GHUFIRO LAHU MAA TAQODDAMA MIN DZANBIHI
" Barangsiapa shaum Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu". ( HR.Bukhary Muslim)

4. Ramadhan membukakan pintu SURGA yang diraih dengan TAQWA

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. 2:183)"

5. Ciri Utama IMAN dan TAQWA adalah takut pada ALLAAH 'AZZA WA JALLA

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka , (QS. 23:60)
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS. 23:61)"

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (QS. 98:7)
Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya. (QS. 98:8)"

6. Orang yang takut pada Allah meraih hal itu dengan ILMU yang benar

"Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (Orang-orang yang BERILMU). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. 35:28)"

7. Ilmu yang BENAR hanya dari ALLAAH Subhaanahu wa Ta'aalaa

"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. 2:147)"

8. Berbuah TAFAKKUR (merenungi ayat-ayat Allaah), DZIKIR (mengingat ALLAAH), dan TASBIH (mensucikan ALLAAH) sehingga melakukan DO'A (memohon pada ALLAAH) agar SELAMAT DARI SIKSA NERAKA.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)"

9. Kesimpulan :

Agar kita bisa meraih SUKSES dengan datangnya Ramadhan, maka haruslah bersemangat meraih Ampunan ALLAAH dan meningkatkan TAQWA kepada Allaah dengan menumbuhkan Takut, Tafakkur, banyak Dzikir, rajin Menuntut Ilmu yang benar dan mengamalkannya (Ash Shirootul Mustaqiim), serta berdo'a dengan sungguh-sungguh.

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah 6 dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan . (QS. 1:5)
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (QS. 1:6)
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat . (QS. 1:7)"

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin , orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)"



Selamat Ramadhan, semoga Allaah Ta'aalaa menuntun lisan, mata, telinga, anggota badan, dan qalbu kita untuk selalu Dzikir/mengingat kepada-Nya ... Aamiin.


diambil dari: abuyahyalearntoblog.blogspot.com

Berbekal Takut, Kita Didik Generasi Salimul Aqidah



Adalah Syaikh Ali An Nadawi pernah mengatakan, jika iman bekerja sebagaimana mestinya akan mendatangkan kejayaan, kemenangan, kesuksesan yang sejati (lahir dan batin). Sebaliknya, ketika iman mengalami disfungsi, identik dengan menyediakan diri untuk dijajah (qabiliyyah littaghallub). Dijajah oleh rayuan  syubhat (kerusakan pikiran), syahwat  (kerusakan hati) dan ghoflah (lalai dari misi kehidupan).

Tidak sebagaimana harta yang mudah diwariskan, mewarisi keimanan memerlukan perjuangan yang tidak ringan. Seorang Nabi (manusia pilihan Allah Subhanahu Wata’ala) tidak otomatis melahirkan keturunan yang  memiliki kualitas keimanan seperti orang tuanya. Tidakkah putra dan istri dua hamba pilihan Allah Subhanahu Wata’ala yang shalih (Nabi Nuh, Nabi Luth),  berani secara transparan menentang perjuangannya!

?????? ??????? ??????? ??????????? ???????? ?????????? ????? ???????????? ????? ???????? ?????? ?????????? ???? ?????????? ??????????? ??????????????? ?????? ????????? ????????? ???? ??????? ??????? ??????? ???????? ???????? ???? ?????????????

“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)." (QS: At Tahrim (66) : 10).

Bahkan Nabi-nabi sekalipun tidak dapat membela isteri-isterinya atas azab Allah apabila mereka menentang agama.

Merenungkan arahan Allah Subhanahu Wata’ala di atas, semoga kita memilih sekolah kita dengan harap-harap cemas. Karena takut terhadap masa depan anak kita. Berbekal rasa takut, kita siapkan mereka agar tidak menjadi generasi yang lemah dalam keyakinan, lemah dalam ibadah, lemah dalam akhlak, lemah dalam bidang ekonomi, lemah dalam karakter keagamaan.

Berbekal rasa takut, kita tiru Sahab Luqman Al Hakim, agar anak kita kelak memiliki aqidah yang lurus (salimul aqidah), ibadah yang benar (shahihul ‘ibadah), mulia akhlaknya (karimul akhlak), pejuang bagi agamanya (mujahidun fi dinihi), yakin dengan kepemimpinan islam (ats tsiqah bil jamaah), cerdas pikirannya (mutsaqqaful fikr), sholih ritual dan shalih sosial (sholihun linafsihi wa shalihun lighoirihi).

Kita pantau mereka kalau-kalau ada bagian dari fase kehidupan mereka saat ini yang menjadi penyebab datanganya kerumitan dan kehinaan di masa mendatang. Berbekal rasa takut, kita berusaha dengan sungguh-sungguh agar mereka memiliki bekal yang cukup untuk mengarungi samudera kehidupan ini dengan kepala tegak dan iman yang kokoh, serta bermartabat dengan penuh kemuliaan.

Betapa mahalnya membangun keimanan pada diri anak kita. Bukankah dengan aqidah yang kokoh menjadikan anak tegar, teguh dan gigih dalam memegang prinsip yang diyakini. Prinsip itulah yang menjadi landasan yang kuat dalam berpikir dan bertindak. Dengan bekal keyakinan yang terhunjam di dalam jiwa, ia akan tenang, survive dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin hari tidak bertambah ringan. Bagaikan karang di tengah samudera yang luas tidak bertepi. Kehidupan yang mengalami pasang surut, fluktuatif (naik-turun), timbul dan tenggelam, dan dekadensi moral yang menggurita , tidak  mudah dan tidak sederhana ini, mustahil  dapat dihadapi oleh seorang anak yang memiliki iman biasa-biasa saja.

Iman itulah yang memberi dorongan internal, motivasi intrinstik (indifa’ dzati), energi pemiliknya yang tidak ada habis-habisnya laksana sumur zam-zam, untuk menyemai kebaikan di taman kehidupan. Dan selalu mencegah kemungkaran dengan segala konsekwensinya, dengan cara bijak hingga ajal menjemput. Tanpa pura-pura dan tanpa pamrih. Tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih.

Itulah sebabnya para Nabi dan orang shalih terdahulu tidak mewariskan kepada anak keturunannya dengan dirham, dinar, dan kekayaan duniawi lainnya, tetapi mewariskan nilai-nilai immaterial (keimanan). Pusaka yang tidak ternilai harganya, yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh guyuran hujan. Dengan iman itulah menjadikan kehidupan mereka bermakna dan prospektif (menjanjikan masa depan yang cerah). Kehidupan tanpa dibekali dengan iman, menjadikan para pemburunya kecewa.  Mereka rapuh sikap mentalnya. Mereka

Nasihat Rasululullah untuk Pelajar

Berikut ini adalah hadits yang berisi nasihat Rasulullah kepada sorang anak muda Ibnu Abbas, untuk memperkuat spirit keimanan. Dengan keimanan yang kuat, anak akan merasakan ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu Wata’ala dengan pengenalan yang benar), muraqabatullah (merasakan pengawasan Allah), ma’iyyatullah (merasa disertai oleh Allah), ihsanullah (dan merasakan kebaikan Allah yang melimpah), nashrullah (pertolongan Allah). Dengan nasihat tersebut diharapkan anak memiliki sandaran spiritual yang kokoh.

“Wahai Abbas, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat ini sebagai nasihat bagimu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Dia pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan selalu berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau meminta (urusan dunia dan akhirat), mintalah kepada Allah, dan apabila menginginkan pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ketahuilah, bahwa apabila seluruh umat manusia berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang dituliskan oleh Allah  di dalam takdirmu itu. Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikitpun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi).

Betapa dahsyatnya arahan yang diberikan oleh Rasulullah. Dengan nasihat tersebut anak muda akan memiliki kepribadian yang kuat. Ia kokoh bukan karena kelebihan, harta, kekuasaan, jabatan, potensi, popularitas, dan pengaruh yang dimilikinya, tetapi terhubungnya dirinya dengan Allah Subhanahu Wata’ala. Siapapun yang terhubung dengan Allah, manusia yang tidak diperhitungkan, diangkat dan dimuliakan oleh-Nya dalam sekejab. Demikian pula, manusia yang paling kuat melebihi Fir’aun tidak berdaya menolak keputusan dari-Nya (mati tenggelam di laut merah). Jangankan menghindari datangnya musibah dan kematian, menolak rasa ngantuk saja tidak mampu. Alangkah lemahnya manusia itu. Manusia adalah makhluk yang hina. Makhluk yang faqir. Makhluk yang miskin. Makhluk yang lemah. Seandainya ada kelebihan, itu hanyalah karunia dari Allah.

Dalam riwayat lain selain Imam Tirmidzi sisebutkan, “Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu. Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan lolos darimu maka hal itu tidak akan menimpamu, dan apa yang ditetapkan akan menimpamu hal itu tidak akan lolos darimu. Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesusahan, dan kesulitan bersama kemudahan.” (HR. Abu bin Humaid).

Nasihat Rasulullah dengan riwayat lain ini pula menggambarkan sebuah arahan yang pendek tapi padat berisi. Dengan nasihat ini anak dididik, dibimbing, dipandu untuk menggantungkan urusan dirinya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan menjaga hukum-hukum Allah SWT seorang akan dijaga, dibela dan diberi pertolongan oleh-Nya. Apa yang menimpa diri sesorang baik yang menguntungkan dan membahayakan, atas izin dan restu Allah belaka.  Adakah kekuatan yang dapat mengungguli/melebihi kekuatan yang bersumber dari Zat Yang Maha Perkasa!.

Hadits tersebut pula mengajarkan kita untuk berjiwa besar. Jika dalam kesenangan jangan lupa daratan, tetapi harus pandai bersyukur. Karena kesusahan selalu melambaikan tangan kepadanya. Demikian pula ketika dalam kesulitan jangan larut dalam kesedihan, sesungguhnya kemudahan selalu melambaikan tangan untuknya.

Jika tertimpa sakit yang menahun, bukankah Nabi Ayyub dan beribu-ribu orang sudah merasakan sakit yang sama. Kita bukan orang yang pertama merasakannya. Jika didzalimi, bukankah Nabi Yusuf dipenjara, padahal dia bukan orang yang bersalah. Jika jatuh miskin, bukankah keluarga Ahlul Bait (Ali dan Fatimah) adalah termasuk keluarga sederhana, tetapi keluarga ahlul jannah. Bukan kesuksesan dan kegagalan yang kita takutkan, tetapi apakah kedua kondisi yang kontradiktif itu menambah kebaikan diri dan keluarga kita. Seringkali sesuatu yang kita benci, itu baik untuk kita. Dan sesuatu yang kita senangi, ternyata mendatangkan madharat untuk kita.

Dalam riwayat salafus shalih juga menceritakan anak-anak yang memiliki aqidah yang kuat. Suatu hari khalifah Umar bin Khathab melewati sekumpulan anak-anak sedang bermain. Semua anak berlarian karena takut kepada Amirul Mukminin kecuali satu anak. Dialah Ibnuz Zubair. Umar bertanya kepadanya,”Mengapa engkau tidak lari seperti teman-temanmu, anakku! Dia menjawab, ”Aku adalah anak yang tidak bersalah denganmu, mengapa aku harus lari darimu. Jalan pun demikian luas, mengapa aku harus menepi. Dialah putra Asma binti Abi Bakar. Ketika remaja menjadi seksi logistik, sehingga menyelamatkan Rasulullah Subhanahu Wata’ala dan Abu Bakar dari kelaparan dalam tempat persembunyiannya di Gua Tsur. Dialah saudari Aisyah ra. Istri seorang sahabat yang termasuk 10 sahabat yang dijamin masuk surga, yaitu: Abdullah ibnu  Zubair.”

Dalam riwayat lain, ketika Umar bin Khathab mengadakan perjalan di hutan, dia menjumpai seorang anak gembala. Yang menggembalakan 20 ekor kambing. Umar ingin membeli seekor kambing. Ia bertanya dengan penggembala, aku ingin membeli seekor kambingmu !. Ia menjawab, kambing itu bukan milikku. Tetapi, kepunyaan majikanku. Umar melanjutkan, katakan kepada majikanmu, seekor kambing telah di makan kawanan serigala. Anak tersebut menjawab dengan tegas : Dimanakah Allah! Dia bersamamu, di mana pun kamu berada!  Benar, majikanku dapat aku bohongi. Tetapi, dapatkah aku menipu Allah. Jawaban anak gembala yang melukiskan kedalaman iman tersebut menyambar hati Umar bagaikan petir. Sehingga menggetarkan hati beliau untuk kontak dan zikir kepada-Nya. Kesadaran iman inilah harta yang paling mahal. Dan kalimat tersebut yang memerdekakannya dari status budak.

Demikian pula cerita masa kecil seorang alim, yang zahid bernama Sahl At Tusturi. Anak ini setiap jam 03.00  bangun dari tidur. Pada saat yang sama, pamannya selalu membisikkan lewat telinganya, Allah Melihatku, Allah Mendengarku, Allah bersamaku. Kata-kata itu diulang-diulang selama bertahun-tahun. Sehingga mempengaruhi struktur kepribadiannya. Pada suatu hari pamannya bertanya, jika Allah Subhanahu Wata’ala selalu menyaksikanmu, tidakkah kamu takut bermaksiat kepada-Nya !. Sejak itu ia terbentuk menjadi remaja yang shalih, alim dan zahid.

Kisah terakhir adalah seorang Kiai lebih mencintai satu santri melebihi yang lain. Sehingga menimbulkan kecemburuan santri yang lain. Maka Kiai tersebut menjelaskan di hadapan mereka. Tahukah kalian mengapa saya mencintai santri yang satu ini mengungguli yang lain !. Baiklah agar kecintaanku ini beralasan, semua santri panggil ke sini. Dan masing-masing saya beri seekor ayam. Kemudian saya memberikan arahan, semua santri dipersilahkan menyembelih di suatu lokasi yang tidak dilihat oleh seorang pun. Semua santri pergi dengan membawa ayam, untuk disembelih di tempat yang sepi. Hanya satu santri yang dicintai Kiai tadi. Akhirnya Kiai bertanya, Mengapa kalian tidak pergi seperti teman-teman kalian. Santri tersebut menjawab, adakah suatu tempat yang disitu tidak dimonitor oleh Allah. Bukankah tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya baik di ujung langit maupun di ujung bumi. Dari sini kita dapat memahami, hanya santri yang sudah mengenal Allah Subhanahu Wata’ala.*

Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tenga

Monday 29 July 2013

Pesantren Kilat Pendukung Mursi di Lapangan Rabiah Aladawiyah

Oleh: Ikhwanul Kiram Manshuri

Para pengunjuk rasa pendukung Presiden Mursi sudah sejak 3 Juli lalu 'menduduki' lapangan Rabiah Aladawiyah di timur Kairo. Tanggal itu adalah hari di mana militer Mesir yang didukung kelompok oposisi mengudeta kekuasaan Presiden Muhammad Mursi yang terpilih secara demokratis setahun lalu. Bila dihitung hingga Sabtu (27/07) dini hari ketika militer dan polisi Mesir mencoba membubarkan aksi unjuk rasa pendukung Mursi, mereka sudah berada di lapangan Rabiah Aladawiyah minimal selama 25 hari.

Menurut beberapa kantor berita, jumlah para pendukung Mursi yang berkumpul di Rabiah Aladawiyah mencapai satu juta orang pada siang. Menjelang sore hingga malam hari, jumlahnya bertambah mencapai dua sampai tiga juta orang, terutama ketika mereka menggelar unjuk rasa setiap usai shalat Tarawih. Mereka terdiri dari anak-anak muda, orang tua, laki-laki dan perempuan. Bahkan, ada di antara mereka yang membawa serta anak-anak. Mereka datang dari berbagai penjuru daerah di Mesir.

Mamduh Saad Mohammad, 29 tahun, datang dari Sinai (berbatasan dengan Israel). Ia bergabung ke Rabiah Aladawiyah dengan meninggalkan istri dan dua anaknya. Ia mengatakan, Allah SWT yang akan menjaga keluarganya. Menurutnya, apa yang ia lakukan untuk membela legalitas presiden yang dipilih secara demokratis. ''Masalah yang kami hadapi adalah persoalan hidup atau mati. Kami tidak mau kembali ke zaman kezaliman Husni Mubarak,'' katanya saat diwawancarai Aljazirah.net pada siang bolong yang panas dalam satu kemah di Rabiah Aladawiyah. ''Selama setahun kepresidenan Mursi, kebebasan sangat terjamin. Lalu, apakah kami tidak boleh hidup seperti bangsa-bangsa lain di negara demokrasi? ''

Tidak semua pendukung Mursi mengaku sebagai kader Ikhwanul Muslimin atau partai Islam lainnya. Shobir Abdul Ghani, mahasiswa Akademi Teknologi di Mansuroh, misalnya. Ia mengaku bergabung di Rabiah Aladawiyah lantaran para pendukung Mursi adalah orang-orang yang terhormat. Mereka berunjuk rasa dengan sopan dan damai. Ia bergabung dengan pendukung Mursi sejak 5 Juli, dua hari setelah kudeta militer. ''Saya datang ke sini untuk membela demokrasi yang dialami Mesir untuk pertama kalinya. Apa yang kami lakukan adalah untuk kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Mesir.''

Mamduh dan Shobir sekadar contoh mereka yang mendukung Mursi. Menurut Aljazirah.net, ribuan dan bahkan jutaan pendukung Mursi memiliki niat yang hampir sama dengan kedua orang tadi. Lalu, apa yang mereka lakukan selama berhari-hari di lapangan Rabiah Aladawiyah selain berunjuk rasa?
Aljazirah.net yang sempat meliput keseharian para pendukung Mursi di tenda-tenda lapangan Rabiah Aladawiyah menuliskan, usai shalat Subuh berjamaah mereka lalu membaca Alquran, kemudian shalat Dhuha, diteruskan dengan membersihkan lokasi dan jalan-jalan sekitar. Pada siang hari yang panas, ada yang kembali membaca Alquran, ada yang mengikuti ceramah agama atau politik, dan lainnya beristirahat.

Setelah shalat Zhuhur berjamaah, mereka kembali mengikuti ceramah dari para politikus yang menganalisis perkembangan kondisi politik mutakhir. Berikutnya, usai shalat Ashar, sebagian mereka menyiapkan makanan untuk berbuka puasa bersama. Sementara, yang lainnya ada yang menyiapkan yel-yel untuk berdemo serta nyanyian perjuangan. Untuk menghilangkan kebosanan, juga diselenggarakan lomba sepak bola di tempat-tempat yang kosong di sela tenda-tenda di Rabiah Aladawiyah.

Para pendukung Mursi membantah mereka ikut berunjuk rasa karena dibayar. Salim Faris, guru SMP di Kota Ismailiyah, menyatakan, hal itu merupakan kebohongan yang disebarkan para lawan politik Mursi. Menurutnya, mereka bergabung di Rabiah Aladawiyah karena alasan nasionalisme dan agama. Mereka dengan biaya sendiri siap berhari-hari berada di Rabiah Aladawiyah hingga kebenaran bisa ditegakkan. Namun, ia mengaku banyak juga dermawan yang menyumbangkan makanan dan minuman untuk berbuka dan bersahur bagi para pendukung Mursi.

Kondisi di Rabiah Aladawiyah yang laiknya pesantren kilat di Indonesia itu, Sabtu (27/07) dini hari, menjadi tegang ketika militer dan polisi tiba-tiba menyerang para pendukung Mursi. Ikhwanul Muslimin menyebut sedikitnya 66 orang wafat di tempat dan 61 lainnya meninggal dunia di rumah sakit. Mereka terbunuh oleh senjata aparat keamanan Mesir. Ribuan lainnya menderita luka berat dan ringan. Namun, jumlah ini dibantah Menteri Dalam Negeri Mesir Mohammad Ibrahim. Menurutnya, jumlah yang meninggal tidak lebih dari 21 orang.

Yang jelas, serangan pada pagi buta itu telah membuat kocar-kacir para pendukung Mursi. Hingga tulisan ini dibuat, belum diketahui bagaimana kelanjutan keberadaan dari para pendukung Mursi di Rabiah Aladawiyah dan di tempat lainnya.

Ketegangan di kalangan para pendukung Mursi sebenarnya sudah dimulai dua hari sebelumnya. Yaitu, ketika Menteri Pertahanan yang juga Kepala Staf Angkatan Darat Mesir Jenderal Abdul Fattah Sisi meminta rakyat Mesir (baca: kelompok oposisi Mursi) turun ke jalan berdemo besar-besaran pada Jumat (26/07) sebagai bukti mandat kepada militer untuk membubarkan para pengunjuk rasa pendukung Mursi, yang ia sebut sebagai kelompok anarkis dan teroris. Sehari setelah itu, Menteri Dalam Negeri juga mengancam akan segera membubarkan para pengunjuk rasa Mursi yang ia sebut telah mengganggu ketertiban umum. Padahal, para pendukung Mursi sebelumnya juga telah bertekad pada hari Jumat akan menyelenggarakan demo besar-besaran di seluruh negeri.

Setelah serangan mematikan oleh militer Sabtu dini hari, kondisi Mesir kini semakin tidak menentu. Rakyat Mesir semakin terbelah antara yang mendukung tindakan militer dan yang mengutuk Jenderal Sisi yang disebutnya sebagai gembong kudeta militer. Hal yang paling dikhawatirkan bila Jenderal Sisi segera mengumumkan keadaan darurat dan membubarkan Ikhwanul Muslimin dan partai-partai Islam pendukung Mursi. Karena secara de facto, Jenderal Sisi-lah yang merupakan penguasa sebenarnya, sedangkan Presiden Adli Mansur dan Hazem al-Bablawi hanyalah boneka militer.

Bila ini yang terjadi, Al Rabi' Al Arabi yang terjadi di sejumlah negara Arab bukannya menjadi angin segar bagi babak baru kehidupan demokrasi, melainkan justru mengembalikan negara-negara itu ke cengkeraman militer yang diktator dan otoriter. Bahkan, Jenderal Sisi dinilai lebih buruk lantaran sejak mengambil kekuasaan pada 3 Juli lalu, militer Mesir telah membunuh sedikitnya 200 pendukung Mursi, membungkam semua media oposisi, dan memenjarakan para lawan politiknya


sumber: republika.co.id

Ibnu Abbas Pemuda Haus Ilmu

"Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?" tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang pemuda kecil.

"Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu."

Pemuda kecil itu termangu di depan Rasulullah. Ia memusatkan perhatian pada setiap patah kata yang keluar dari bibir manusia paling mulia itu.

"Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis."

Pemuda beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil, dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu.

Bak kata pepatah, sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran akidah, ilmu dan amal sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.

Keakraban dengan Rasulullah sejak kecil membuat Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa. Keikhlasannya seluas padang pasir tempatnya tinggal. Keberanian dan gairah jihadnya sepanas sinar matahari gurun. Kasihnya seperti oase di tengah sahara.

Hidup bersama Rasulullah benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya. Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu yang besar tentang bagaimana cara Rasulullah shalat. Malam itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah.

Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Di tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Abdullah bin Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.

Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu." Demikian doa Rasulullah.

Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.

Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan. Sosok yang menjadi panutannya, kini telah tiada. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dari kedukaan. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang. Maka ia pun mulai melakukan perburuan ilmu.

Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusia dengannya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.

Walau demikian, Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.

"Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?" kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka. "Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda," jawabnya.

Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya. "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"

"Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir," demikian jawabnya.

Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin kedua itu memberi julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda tua".

Doa Rasulullah yang meminta kepada Allah agar menjadikan Ibnu Abbas sebagai seorang yang mengerti perkara agama telah terwujud kiranya. Ibnu Abbas adalah tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.

Di usianya yang ke-71 tahun, Allah SWT memanggilnya. Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. "Hari ini telah wafat ulama umat," kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya.


sumber: REPUBLIKA.CO.ID

Saturday 27 July 2013

Kurma Ajwah: Dari Hadist hingga ke Khasiat

Siapa pun yang pagi-pagi makan tujuh buah kurma ‘Ajwah, maka pada hari itu dia tidak  mudah keracunan dan terserang penyakit.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Apakah yang terbayang  dibenak kita menjelang berbuka puasa ? es campur, jus, kolak, kue yang manis-manis atau beragam makanan yang menggiurkan lainnya !!! Tidak bisa dipungkiri, sederer minuman dan penganan itulah yang muncul ketika kita berniat membatalkan puasa. Memang, buka puasa dengan beragam minuman dan makanan seperti itu hal yang lumrah dan wajar.

Namun, bukankah minuman dan penganan tersebut memiliki efek samping yang kurang bagus disaat tubuh istirahat dari makan dan minum selama seharian penuh ???

Untuk menghindari  hal negatif itulah, Rasullah s.a.w, jauh-jauh hari memberi saran yang sangat bermanfaat bagi yang
berpuasa. Sabdanya, “Apabila salah seorang diantara kamu puasa, hendaklah berbuka dengan kurma , bila tidak ada hendaklah dengan berbuka dengan air, sesungguhnya air itu bersih.” (H.R. Ahmad dan Tarmidzi). Bahkan, dalam kondisi tidak berpuasa pun (diluar bulan suci Ramadhan), buah kurma memiliki faedah yang sangat besar untuk kesehatan tubuh kita.

Kurma adalah sejenis tumbuhan palem (palma) atau dalam bahasa latinnya lebih dikenal dengan phonex dactylifer yang berbuah dan boleh dimakan, baik dalam keadaan masak maupun masih mentah. Berdasarkan penelitian para ilmuwan, kurma kaya dengan protein, serat gula, vitamin A dan C serta mineral seperti zat
besi, kalsium, sodium dan potasium. Kandungan protein didalam kurma sebesar 1.8 – 2.0 persen, serat sebanyak 2.0 – 4.0 persen dan gula sebesar 50 – 70 persen glukosa.

Dengan kandung gula seperti itu, kurma mampu memberi tambahan tenaga bagi orang yang berbuka puasa hingga ia akan merasa segar dan bertenaga uuntuk beribadah tanpa rasa letih ataupun mengantuk. Biasany, bagi yang merasa letih dan mengantuk disaat melaksanakan shalat tarawih disebabkan karena makanan yang dikosumsi kebanyakan mengandung karbohidrat yang tidak menyediakan tenaga instant (tambahan). Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, buah kurma adalah jawabannya.Kenapa ? Sebab, sebagaimana penelitian yang dilakukan Badan Kesahatan Dunia (WHO), zat gula yang ada didalam kurma itu berbeda dengan gula pada buah-buahan lain seperti gula tebu atau gula pasir yang biasa mengandung sukrosa dimana zat itu langsung diserap kedalam tubuh. Hal ini membuat gula itu harus dipecahkab terlebih dahulu oleh enzim sebelum berubah menjadi glukosa. Sebaliknya, kurma tidak menbutuhkan proses demikian.

Sementara potasium didalam kurma berguna untuk mengatasi masalah stress, sembelit dan lemah otot. Tidak hanya itu, berkat zat besi dan kalsium yang ada pada kurma, orang bakal terhindar dari penyakit yang beresiko tinggi seperti penyakit jantung dan kencing manis.

Bila dimakan oleh anak-anak, maka kurma memberi khasiat untk mencerdaskan otak mereka. Cukup beralasan, bila Rasullah s.a.w menganjurkan bagi para isteri yang mengandung untuk makan buah kurma. Kata Nabi, “Berilah makan buah kurma kepda isteri-isteri  kamu yang sedang hamil, karena isteri-isteri kamu yang sedang hamil. Karena sekiranya wanita hamil itu memakan buah kurma, niscaya anak yang akan lahir kelak akan menjadi anak yang penyabar, bersopan santun serta cerdas. Sesungguhnya makanan

Siti Maryam takkala melahirkan Nabi Isa a.s adalah buah kurma. Sekiranya, Allah s.w.t., menjadikan suatu buah yang lebih baik dari pada buah kurma, maka Allah telah memberi makan buah itu kepada Siti Maryam.” (H.R. Bukhari)

Adalah Q.S. Maryam, ayat 25-26 perihal Siti Maryam yang disinggung Nabi diatas. Firman Allah, “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, maka pohon itu akan menggugurkan buah yang masak kepadamu, maka makan serta minumlah dan bersenang hatilah kamu.”

Waktu itu, dikisahkan Siti Maryam hendak melahirkan Nabi Isa a.s dibawah pohon kurma. Lalu Malaikat Jibril datang dan menyuruh Maryam menggoncangkan pohon kurma. Buah kurma yang matang itu berjatuhan. Dan Maryam pun memakan buah kurma yang telah masak tersebut. Atas izin Allah s.w.t dan kebesaran- NYA, proses persalinan atau kelahiran Nabi Isa a.s menjadi mudah.

Berdasarkan hadis Rasullah dan firman Allah diataslah, kurma sangat berkhasiat bagi wanita yang sedang hamil dan nifas (setelah melahirkan). Hal ini diperteguh olah para ahli kedokteran bahwa unsur zat besi dan kalsium yang terdapat di dalam buah kurma adalah unsur yang sangat berguna untuk membentuk dan menambah kandungan air susu ibu. Lebih dari itu, anak-anak balita pun dapat mengambil manfaat dari buah yang biasa tumbuh didaerah Arab ini. Dengan kurma, pertumbuhan anak-anak dan sumsum tulangnya akan berkembang dengan baik.

Wajar bila Rasullah s.a.w memberikan tips untuk makan tujuh butir kurma setiap harinya supaya terhindar dari segal penyakit fisik. Mengapa Nabi menyebut kurma ‘Ajwah didalam sabdanya..

Berdasarkan asbabul wurud (sebab-sebab turunnya suatu hadist) disebutkan dulu Nabi Muhammad s.a.w kalau berbuka puasa yang dimakan adalah kurma. Kurma yang dimakan itu diberi nama ‘ajwah (ajua). Ceritanya, pada saat itu ajua adalah nama anak Salaman Alfarisi, orang nasrani yang akhirnya masuk Islam. Dia mewakafkan lahan kurmanya untuk perjuangan Islam. Untuk mengenang jasa-jasanya itu, akhirnya Rasul menamakan kurma yang dimakannya saat berbuka puasa sebagai kurma ‘Ajwah. Bahkan, dalam hadist yang lain Beliau sendiri sempat menyatakan, “Rumah yang tidak ada kurmanya seperti rumah yang tidak ada makanan.” Perkataan Rasullah tersebut menunjukan betapa pentingnya khasiat yang dapat diambil dari buah kurma. Sehingga, setiap keluarga mesti menyimpan kurma sebagai penganan wajib dirumahnya. Oleh arena itu, kita seharusnya memakan buah kurma bukan hanya dibulan puasa saja, tapi juga menjadikan kurma makanan sehari-hari. Entah itu dimakan pagi hari sebagaimana yang pernah dianjurkan Nabi diatas atau sebagai makanan ringan ketika sedang santai.

Dengan cara begini, kita tidak hanya mendapatkan kesehatan tubuh tapi juga memperoleh pahal karena menjalankan sunnah Rasullah s.a.w. Wallahu’alam bil shawab.

Sumber : Majalah Hidayah

Orang-orang Asing yang Beruntung

Akan ada zaman ketika melaksanakan tuntunan menjadi tontonan. Akan ada masa tatkala menunaikan keta'atan kepada Allah 'Azza wa Jalla dianggap sebagai keanehan. Akan ada saat manakala bersungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban agama dipandang sebagai perilaku berlebihan dan bahkan melampaui batas. Akan datang suatu masa saat berpegang teguh kepada dienul Islam ini dianggap ketidakwarasan. Mereka asing di mata manusia, dan manusia pun mengasingkannya. Tetapi mereka adalah sebaik-baik manusia....

Teringatlah kita kepada sabda Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam:

"Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana munculnya. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang 'asing'." (HR Muslim).

Jika telah tiba masanya, yang bersungguh-sungguh melaksanakan agama ini dianggap aneh. Amalan mereka tampak asing. Mereka melaksanakan amal shalih dan 'ibadah berdasarkan tuntunan shahih dari Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, tapi manusia mengingkari. Orang-orang yang dianggap asing dan terasingkan itu sesungguhnya justru orang yang shalih di tengah-tengah kerusakan yang menimpa ummat. Tapi sebagian besar manusia mengingkari. Hanya sedikit sekali manusia yang mendengar kata-katanya dan mengikuti apa yang dinasehatkannya.

Inilah masa ketika petunjuk yang terang dari nash (Al-Qur'an & Sunnah) diabaikan. Nash diambil bukan untuk dalil, tapi untuk pembenaran. Inilah masa ketika orang banyak yang beramal berdasarkan perkataan-perkataan orang yang pandai bicara, meski nyata bertentangan dengan nash. Inilah masa ketika berpegang teguh pada sunnah justru dianggap meninggalkan sunnah. Mereka dicerca dan tersisih. Kebenaran bagai bara api.

Mari sejenak kita renungi nasehat Nabi Muhammad shallaLlahu 'alaihi wa sallam:


"Akan datang kepada manusia masa (ketika) orang yang bersabar menjalankan agamanya di antara mereka seperti memegang bara api." (HR. Tirmidzi).

Agama ini terasing dari ummat Islam, di antaranya bersebab semakin sedikitnya orang yang memberi nasehat dan peringatan. Inilah masa ketika majelis agama tak lagi memberi ilmu, nasehat dan peringatan. Bahkan keluh lidah para penceramah dari memperingatkan.

Inilah masa ketika orang-orang yang dijadikan anutan tak lagi memiliki muru'ah (kehormatan, wibawa). 'Izzah (harga diri, kehormatan) dakwah runtuh. Keduanya ditukar dengan tana'um (bermewah-mewah sebagai gaya hidup). Inilah masa ketika wahn (cinta dunia takut mati) dan waham merasuk kuat, seakan muru'ah hanya tegak dengan kemewahan dan penampilan. Inilah masa ketika majelis agama berubah menjadi hiburan dan senda gurau; memberi kesenangan tanpa menumbuhkan ketaqwaan.

Manusia berlomba memegah-megahkan masjid melebihi peruntukannya. Banyak yang ramai oleh manusia, tapi kosong dari hidayah. Yang seharusnya memberi nasehat dan peringatan tak memiliki 'izzah agama dalam dirinya, sehingga sibuk menampakkan diri menarik. Ia mengikuti mustami'in (audiens) dan tak berani menyampaikan perkara-perkara yang menyelisihi selera mustami'in. Hanya ada penuturan, tanpa peringatan. Banyak menahan nasehat bersebab senantiasa anggap ummat tidak siap, tapi tak pernah mempersiapkan mereka.

Adakah ini terjadi? Semoga belum. Ataukah ini masa yang disebutkan oleh Ibnu Mas'ud? Masa ketika orang bertekun mendalami agama untuk dunia. Mereka bersemangat mendalami agama bukan untuk kepentingan agama, tetapi untuk meraup dunia. Tak selalu berupa kekayaan, tetapi ketekunannya mendalami agama bukan untuk menegakkan agama ini.

Renungkanlah perkataan mulia 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sebagai diriwayatkan oleh Al-Hakim:
Diriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa beliau menyebutkan sejumlah fitnah yang akan terjadi di akhir zaman. Kemudian ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata kepadanya, "Kapankah itu terjadi, wahai ‘Ali?"   'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menjawab:

"Fitnah-fitnah tersebut terjadi jika fiqih dikaji sungguh-sungguh bukan karena agama, ilmu agama dipelajari bukan untuk diamalkan, serta kehidupan dunia dicari bukan untuk kepentingan akhirat." (Riwayat Al-Hakim).

Perhatikanlah sejenak penjelasan menantu kesayangan Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam ini. Betapa berbedanya. Di masa shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in, mereka mencari kehidupan dunia untuk akhirat. Sementara di zaman fitnah, kehidupan dunia dicari bukan kepentingan akhirat. Bahkan sebagaimana diperingatkan oleh Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, pada masa fitnah agama tersebut, manusia justru mengejar dunia dengan amal akhirat. Maka, kelak kita akan saksikan orang bersungguh-sungguh melaksanakan shalat Dhuha maupun sedekah karena ingin mengejar dunia. Seakan Allah Ta'ala tak akan melimpahkan harta kepada kita jika meminta sebelum melakukan keduanya.

Hari ini, ada di antara sebagian manusia yang tak putus mengerjakan shalat Dhuha, tapi shalat fardhunya diletakkan di belakang.

Maafkan saya. Yang bertutur ini masih jauh dari agama. Semoga ada yang dapat kita renungi. Semoga kita belajar memuliakan agama ini.*


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
twitter Mohammad Fauzil Adhim @Kupinang
sumber: Hidayatullah.com

Friday 26 July 2013

Mursy, Islamophobia, dan Kesatuan Umat


oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi

"SAYA mendesak orang-orang yang turun ke jalanan hari Jumat nanti untuk membuktikan tekad mereka dan memberi saya, tentara, dan polisi sebuah mandat guna menghadapi kemungkinan kekerasan dan terorisme."

DEMIKIAN petikan pidato Jenderal Abdul Fattahal-Sissi, jenderal yang memimpin kudeta Mohammad Mursy saat berpidato di acara wisuda kadet militer Mesir, mendesak masyarakat Mesir untuk turun ke jalan pada hari Jumat, sambil mengatakan bahwa massa yang besar akan memberinya “mandat” dan sebuah “perintah” untuk melakukan hal “penting” memerangi pertumpahan darah yang telah membunuh puluhan orang sejak militer menggulingkan Presiden Mohamad Mursy Rabu (24/07/2013) lalu.

Entah karena panic atau frustasi, Sisi yang seharusnya berposisi menjamin rakyat Mesir dalam aman dan jauh dari konflik justru mengajak rakyat dengan cara memprovokasi untuk turun ke jalan “melawan” Al Ikhwan al Muslimun (Ikhwan).

“Pada hari Jumat, semua orang Mesir yang jujur dan terhormat harus keluar. Keluar dan mengingatkan seluruh dunia bahwa kalian mempunyai sebuah keinginan memecahkan masalah kalian sendiri,“ kata al-Sissi. “Tolong, pikul tanggung jawab bersama-sama saya, tentara anda dan polisi serta tunjukkan besarnya ketabahan Anda dalam menghadapi apa yang terjadi,“ ujarnya.

Ia bahkan sudah mulai terang-terangan memberi stigma kelompok Islam dengan istilah “terorisme”. [baca: Frustasi, Militer Mesir Minta Dukungan Demo lebih Besar]

"Saya mendesak orang-orang yang turun ke jalanan hari Jumat nanti untuk membuktikan tekad mereka dan memberi saya, tentara, dan polisi sebuah mandat guna menghadapi kemungkinan kekerasan dan terorisme."

"Dengan demikian dalam hal itu harus ada penghentiaan kekerasan serta terorisme dan tentara akan mendapat mandat untuk menghadapinya," ujarnya dikutip BBC.

Islamophobia kaum Sekuler

Kudeta militer di Mesir yang menggulingkan presiden sah dan demokratis, Mohammad Mursy menyisakan catatan penting. Satu di antaranya adalah masalah islamophobia. Mengenai ini seorang pun tidak akan ada yang menolak bahwa yang sebenarnya terjadi di Mesir adalah gerakan mengekang dan menjegal langkah islamisasi pemerintahan. Karena selama 30 tahun lebih rezim Husni Mubarak yang tampil ke permukaan adalah konsep negara sekular.

Tidak ada yang menyangkal bahwa proses demokratisasi di Mesir dihadang oleh negara-negara Barat yang mendukung aksi kudeta militer untuk menghentikan gerak Presiden terpilih secara demokratis di Mesir, Mohammad Mursy. Sikap Amerika jelas plin-plan. Kabar-kabar terakhir menyebutkan bahwa pihak Gedung Putih akan mengirimkan pesawat F-16 plus bantuan militer. Konon lagi militer telah mengontak Israel sebelum aksi kudeta terhadap Mohammad Mursy dilangsungkan. Apa sejatinya yang tengah terjadi? Tidak lain dan tidak bukan adalah islamophobia masih besar di Mesir.

Islam memang akan terus diguncang bahkan diperangi oleh para musuhnya. Bahkan hingga di bangku parlemen sekalipun. Siang dan malam para musuh Islam memikirkan bagaimana agar nilai-nilai Islam tak mengalir dalam urat nadi masyarakat. Karena yang paling penting bagi musuh-musuh Islam adalah; “Manusia harus dijauhkan dari nilai-nilai rabbani.”

Dan berkaitan dengan kasus kudeta di Mesir begitu tampak jelas islamophobia itu. Islam seolah tak dapat memerintah Mesir. Dan sepertinya Mesir akan dikembalikan pada masa kejayaan peradaban Fir’aun (Pharaoh civilization). Satu kemunduran yang sangat menggelikan.

Barat sepertinya lupa dengan perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam. dan para sahabatnya ketika membebaskan Mesir dari tangan Byzantium. Atau Barat ingin mengembalikan Mesir ke tangan kekuasaan Byzantium: kaum paganis, Yahudi, dan Kristen. Bukankah saat ini yang menguasai kursi-kursi parlemen di Mesir adalah kaum liberal-sekular, kaum nasionalis, dan Kristen Koptik. Di mana peran kalangan islamis? Paling-paling mereka menjawab: Kami sudah tawarkan kepada Al Ikhwan al Muslimun untuk gabung, tetapi mereka memilih untuk menolak. Bagaimana mungkin mereka ikut sementara presiden yang sah digulingkan secara inkonstitusional.

Bersatu

Menghadapi situasi yang serba sulit ini kita kembali diingatkan kepada satu sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam. yang berbunyi, “Akan datang suatu masa dimana kalian akan diperebutkan oleh berbagai bangsa dan negara. Seperti mereka berebut menu makanan di meja makan.” Kemudian ada yang bertanya: ‘Apakah karena kami ketika minoritas ketika itu wahai Rasul?’ ‘Tidak! Kalian saat itu adalah umat mayoritas. Tetapi kualitas kalian bagai buih di lautan. Nanti Allah akan menghilangkan rasa segan (takut) terhadap kalian dari hati musuh-musuh kalian. Gantinya, Allah akan memasukkan penyakit ‘wahn’ ke dalam hati kalian.’ Ada yang bertanya lagi: ‘Penyakit apakah ‘wahn’ itu wahai Rasulallah?’ ‘Terlalu cinta kepada dunia dan (akhirnya) takut mati”, jawab Rasul. (HR. al-Bukhari, Abu Dawud, al-Thabrani, al-Baihaqi, al-Baghawi, Ibn Abi ‘Ashim, Ahmad, dan yang lainnya).

Dalam bukunya Aina al-Khalal, Syeikh al-Qaradhawi ketika mengontari QS. al-Anbiya’ [21]: 92 menyatakan, “Sekarang umat ini bukan lagi umat yang bersatu, sebagaimana yang diinginkan oleh Allah swt. Akan tetapi akan menjadi umat yang terpecah-belah sebagaimana yang diinginkan oleh penjajah, yakni umat yang bermusuhan antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan saling membinasakan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Singkat kata, umat kita melupakan Allah, hingga Allah membuat mereka lupa akan diri mereka sendiri, seperti yang disebutkan dalam QS. al-Hasyr [59]: 19.” (Syeikh Yusuf al-Qaradhawi, Titik Lemah Umat Islam, Terj. Rusydi Helmi (Jakarta: Penebar Salam, 1421 H/2001 M), hlm. 16).

Semoga pengalaman yang terjadi atas penjajahan di Palestina, Iraq, Libya, Suriah, Filipina, dan yang lainnya seharusnya memacu kita untuk merapatkan barisan. Satu barisan yang memikirkan peta jihad ke depan untuk membela umat Islam di mana pun mereka berada. Jangan sampai umat ini diberangus pelan-pelan tapi pasti. Karena Allah tidak akan pernah menyatukan umat ini kalau tidak ada keinginan untuk bersatu dari umat itu sendiri. Bukankah Allah telah menegaskan bahwa Dia tidak akan mengubah nasib suatu kaum (bangsa) sampai mereka sendiri mau mengubah nasibnya secara sadar (QS. al-Ra’d [13]: 11). Wallāh waliyyut-tawfīq.*

Penulis adalah pengajar di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan, Sumatera Utara. Penulis buku “Salah Paham tentang Islam: Dialog Teologis Muslim-Kristen di Dunia Maya” (2012)

Sebungkus Plastik Uang Recehan

Seperti biasa setiap satu bulan sekali Sawitri datang ke tempat praktik saya. Sawitri rajin memeriksakan kandungannya. Sore itu, seperti biasa pula dia memakai baju kembang-kembang cokelat, agak kusam dan lusuh. Dia tak pernah kelihatan berdandan, hanya apa adanya. Saya tidak mempedulikan hal itu, apalagi berminat menanyakannya, apakah baju itu kesukaannya atau memang tidak ada pakaian lagi untuk dipakainya.

Istri Sukarman itu sedang mengandung anak kedua. Usia kehamilannya cukup bulan. Anak pertamanya lahir premature dan persalinannya dibantu oleh dukun bayi. Seharusnya bayi itu segera dirawat di rumah sakit. Tapi, karena tidak punya biaya, maka Sawitri dan suaminya hanya pasrah. Akhirnya, bayi itu meninggal dunia.

Saya berminat sekali menolong keluarga miskin ini. “Ya Allah, semoga niatku terkabulkan dan Engkau memberi jalan yang terbaik bagi mereka,” gumamku.

Sukarman adalah suami yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Dia rajin bekerja untuk mencari nafkah. Sehari-harinya Sukarman berjualan cilok. (makanan terbuat dari tepung kanji berbentuk bulat yang ditusuk dengan lidi, red). Dia berjalan kaki dari satu kampung ke kampung yang lain. Dulu, Sukarman bercita-cita ingin sekolah sampai sarjana, tapi kandas karena orang tuanya tak sanggup membiayai sekolahnya.

Sukarman juga sopan dan santun. Selain itu, dia pun taat beribadah. Walau termasuk keluarga miskin, tapi Sukarman tidak mau berpangku tangan. Sifat terpuji itulah yang melekat pada dirinya.

Suatu hari, Sukarman memanggil saya. Dia minta agar saya mau membantu persalinan istrinya. Ya, Sawitri sudah waktunya melahirkan. Saya segera bergegas menuju ke rumahnya.

Saat itu cuaca buruk. Hujan deras yang mengguyur sejak ashar belum berhenti. Namun saya tak mempedulikannya. Saya ingin membantu persalinan Sawitri.

Saya terus berdoa, ”Ya Allah, mudahkanlah urusan ini. Tolonglah hamba-Mu yang dalam kesulitan. Ya Allah, semoga Sawitri dan bayinya lahir normal dan selamat, tak ada hambatan dan risiko apa pun. Ya Allah, Engkau Mahatahu. Engkau Maha Berkehendak.”

Sore menjelang malam. Hujan masih mengguyur. Hanya sesekali saja suara petir masih menggelegar. Saya tak berhenti melangkah. Kaki saya begitu kotor karena cipratan air yang jatuh ke tanah dan mengenai rok panjangku.

Ternyata tempat tinggal Sawitri cukup jauh. Rumahnya di pinggir sawah dan agak jauh dari tetangga. Suara kodok ramai bersahutan, menyambut hujan dan gelapnya malam.

Akhirnya, saya pun tiba di rumah Sawitri. Sangat memprihatinkan. Rumahnya gubuk. Di sana-sini ada air yang menetes dari atap genting yang bocor. Meskipun demikian, saya masih melihat usaha dari si tuan rumah yang selalu berusaha membereskannya, sehingga sedikit tampak rapi. Mungkin itu karena sentuhan tangan Sawitri.

Saya memeriksa Sawitri sangat berhati-hati.

“Sawitri, bersabarlah dan bersiaplah. Yakinlah, Allah pasti menolong,” saran saya pada Sawitri.

Sawitri mengangguk dan tersenyum lugu. Matanya sayu, dan terlihat begitu pasrah dengan keadaannya.

Alhamdulillah, satu jam telah berlalu. Sawitri sudah melahirkan bayinya dengan normal dan selamat. Bayi perempuan mirip ibunya itu berat badannya 2.600 gram dan panjangnya 48 centi meter.

Sawitri dan Sukarman terlihat bahagia menyambut kedatangan si jabang bayi.

“Terimakasih Bu Bidan, atas bantuannya,” ujar Sukarman sambil tersenyum, di wajahnya masih tampak raut kebahagiaan.

“Sukarman, Sawitri, bersyukurlah pada Allah. Dialah yang menolong kita. Kalian berdua sekarang sudah diamanahi seorang bayi yang cantik, semoga kalian bisa merawatnya dengan baik,” pesan saya padanya.

Saat saya hendak pulang, saya masih berpesan, “Sawitri, besok dan lima hari kedepan, saya akan selalu datang sampai kamu sehat dan puput pusar. Jangan cemas dan khawatir.”

Setelah sepekan berlalu, tali pusar bayinya sudah lepas. Sebagai tanda syukur, Sukarman membagikan bungkusan nasi kuning kepada anak-anak tetangga terdekatnya. “Silahkan Bu Bidan dicicipi!” ujar Sukarman sambil memberi saya sepiring nasi kuning.

Sebelum saya pulang, mereka memberi bungkusan plastik.

“Bu Bidan, terimalah pemberian kami ini. Jumlahnya sedikit, tapi kami mohon Ibu jangan kecewa dan kapok. Juga bila ada kekurangan kami mohon maaf. Insya Allah, nanti akan kami bayar,” Sukarman menjelaskan dengan penuh perasaaan.

Saya tertegun sambil menetap mereka berdua. Bungkusan itu lalu saya buka. Isinya ternyata uang recehan.

“Sukarman, Sawitri, saya berterimakasih apa yang kalian berikan. Kalian berdua memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Saya juga bangga atas kerja keras dan pengorbanan kalian. Semoga Allah senantiasa memberi rezeki kepada kalian yang cukup, halal dan baik. Masih banyak kebutuhan yang kalian perlukan. Silahkan uang ini kalian pakai untuk kebutuhan si jabang bayi.”

Sukarman dan Sawitri tertunduk.

Ya Allah, dengan izin-Mu bayi itu lahir ke dunia. Dan dengan kehendak-Mu juga saya akhirnya diberi kesempatan membantu mereka. Terima kasih ya Allah.*/Seperti yang diceritakan bidan Tati Rahayu Kusumahati kepada Dadang Kusmayadi

sumber : hidayatullah.com

Thursday 25 July 2013

Sampaikanlah Kepada Kaum Non Muslim bahwa Dien Mereka Sesat !

Abdullah Azzam

“ Dia-lah yang telah mengutus RasulNya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar, agar Dia memenangkannya di atas segala agama agama meskipun orang orang musyrik membencinya.” (QS Ash Shaff 9).

Tiada petunjuk ataupun Dien  yang benar kecuali dien ini. Jadi kita adalah satu satunya umat di muka bumi ini -Alhamdulillah- yang berpegang kepada Dien yang benar dan hak. Seluruh umat manusia beribadah di atas kesesatan, kendati pun mereka lebih banyak beribadah daripada kita…, orang orang Budha, orang orang Hindu , dan orang orang Nasrani lebih banyak mengerjakan ibadah daripada kita, bahkan mereka tidak kawin…Betapa penatnya para rahib rahib itu dalam menyiksa diri mereka sendiri??? Betapa payahnya mereka ??? Alangkah kerasnya mereka memperlakukan diri mereka sendiri , kendatipun mereka melakukan itu , mereka insyaAllah akan kekal di dalam neraka Jahanam !

Suatu ketika seorang rahib menemui Umar bin Khattab ra, Umar menangis tatkala melihat wajah sang rahib yang pucat lesu karena banyak melakukan ibadah, maka para sahabat bertanya,”Apa yang membuat anda menangis wahai Amirul Mukminin?” Ia menjawab,”Aku menangis karena melihat rahib itu, aku jadi teringat ayat Allah SWT :
88:3
88:4

“Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka)” (QS Al Ghaasyiyah 3-4)

Jika kalian mengikuti bagaimana aktifitas para misionaris di Afrika, jika kamu mengamati aktifitas para juru rawat eropa di Afghanistan, lihatlah ! betapa payah kehidupan mereka? Bagaimana mereka harus menahan derita dan kepayahan, meneguk pahitnya kesusahan, dan menghadapi ancaman maut di tengah tengah kaum yang membenci kebangsaannya, membenci dien mereka, membenci bahasa mereka, membenci penampilan mereka, dan membenci warna mata mereka. Sekedar melihat mata mereka yang biru dan rambut yang pirang, maka itu sudah cukup membuat tubuh orang Afghan bergetar karena kebencian. Meski demikian mereka orang orang rahib eropa itu tetap saja masuk ke sana. Untuk apa? Untuk menyebarkan misi dien mereka !. dan kendatipun mereka bersusah payah demikian, mereka kelak insyaAllah tetap masuk dalam neraka jahanam.

Sedangkan kamu, wahai kaum Muslimin, pergimu di pagi hari atau sore hari untuk berjihad fi sabilillah saja lebih baik daripada dunia dan segala isinya. Sementara mereka berpayah payah selama puluhan tahun namun tak mendapatkan manfaat apapun darinya. Musibah apalagi yang lebih besar daripada ini?

Kadang kamu temui salah seorang pendeta diantara mereka sepanjang hidupnya tidak pernah menikah, untuk apa? Untuk membuat ridho sang Al Masih, dan mengharapkan meraih surganya. Biarawati tidak menikah sepanjang hidupnya , tapi kamu lihat mereka selalu mengenakan cincin, mengisolir di dalam biara dan tidak bercampur gaul dengan masyarakat ramai…ada apa dibalik semua itu? Ia mengatakan ,”Demi Allah, saya telah meminang Al Masih, dan akan menikahinya di Surga.”

Ya begitulah keadaan para biarawati , padahal seorang mukmin yang mentauhidkan Allah, dan walau hanya bekerja sedikit dan Allah menerima amalnya,  maka itu sudah cukup menjadikan Allah memasukkannya ke dalam surga, ini adalah nikmat yang amat besar dari Allah, yang dikaruniakan kepada umat Islam ini. -Dz-


sumber:eramuslim.com

Tembok Keimanan, Keluarga Yasir

Yasir bin Amir, ayahanda Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya, ia  merasa betah tinggal di Makkah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.

Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath. Dari perkawinan ini, kedua suami istri itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar.

Keislaman mereka termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun (generasi pertama). Sebagaimana halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy.

Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap Kaum Muslimin sesuai situasi dan kondisi. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit.

Jika orang beriman berasal dari kalangan penduduk Makkah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala.

Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini. Soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari, Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa.

Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri dan menakutkan, namun Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh.  Dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur.

Rasulullah SAW selalu mengunjungi tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri.

Pengorbanan-pengorbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan akidah keteguhan yang takkan lapuk.

Demikianlah, berlaku pula bagi agama Islam. Makna ini telah dijelaskan oleh Alquran kepada Kaum Muslimin bukan hanya pada satu atau dua ayat.

Firman Allah SWT: "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman” padahal mereka belum lagi diuji?" (QS Al-Ankabut: 2)

"Apakah kalian mengira akan dapat masuk surga, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antara kalian, begitu pun orang-orang yang tabah?" (QS Ali Imran: 142)

"Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang benar dan terbukti pula orang-orang yang dusta." (QS Al-Ankabut: 3)

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Ammar berkata, "Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak."

Rasulullah SAW berkata, "Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan... Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah surga!"

Siksaan yang diami oleh Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat. Berkata Amar bin Hakam, "Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya.”

Ammar bin Maimun melukiskan, "Orang-rang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya, memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda, 'Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim!”

Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah dapat menekan jiwa Ammar, walau telah menekan punggung dan menguras tenaganya.

Ia baru merasa dirinya benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk dan para penderanya menghabiskan segala daya upaya dalam melampiaskan kezaliman dan kekejiannya.

Semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.

Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-orang itu berkata kepadanya, “Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!”

Ammar pun mengikuti perintah mereka tanpa menyadari apa yang keluar dari bibirnya. Ketika siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya.

maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tak dapat ditebus dan diampuni lagi.

Ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya berkata, "Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu?”

“Benar, wahai RasuIullah," ujar Ammar. Rasulullah tersenyum berkata, “Jika mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi!”

Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini: "Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan..." (QS An-Nahl: 106)

Kembalilah Ammar diliputi oleh ketenangan dan dera yang menimpa tubuhnya. Ia tak lagi merasakan sakit. Jiwanya tenang. Ia menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah, bertekuk lutut di hadapan tembok keimanan yang begitu kokoh

Syekh Nawawi Al Bantani Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Masjidil Haram

Indonesia pernah memiliki seorang ulama ternama di jazirah Arab. Ia menjadi imam di Masjidil Haram, mengajar di Haramain, menulis buku yang tersebar di Timur Tengah.

Dialah  Syekh Nawawi Al Bantani. Namanya sangat terkenal di Saudi hingga dijuluki “Sayyidul Hijaz”,  yakni ulama di kawasan Hijaz. Kefakihannya dalam agama pun membuatnya dijuluki Nawawi kedua, maksudnya penerus ulama dunia terkenal, Imam Nawawi.

Nama dan gelar lengkap beliau, yakni Abu Abdullah Al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin Umar Al-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Ia lahir di Kampung Pesisir Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Serang, Banten, 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi. Ayahnya, Umar bin Arabi, merupakan seorang ulama di Banten. Bahkan, ada kabar Syekh Nawawi merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Sultan Banten pertama, Maulana Hasanuddin. Syekh Nawawi juga dikabarakan masih memiliki jalur nasab dari Husein,  cucu Rasulullah.

Sejak kecil, ia dibawah didikan sang ayah. Tak heran jika Nawawi kecil telah terbiasa dengan didikan agama. Tak hanya itu, ayahnya juga mengirimnya kepada temannya yang juga seorang ulama Banten, KH Sahal, dan seorang ulama di Purwakarta, KH Yusuf. Baru, pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi pergi ke Arab Saudi. Di tanah kelahiran Islam, ia memantapkan ilmu agamanya. Ulama besar Saudi menjadi gurunya.

Setelah tiga tahun menempa ilmu di Tanah Suci, Syekh Nawawi kembali ke Tanah Air. Tapi, saat pulang, ia tak senang dengan kondisi penjajahan Belanda. Ia kemudian kembali lagi ke Makkah dan menjadi penuntut ilmu. Sejak keberangkatan itu, ia tak lagi pulang ke Indonesia hingga akhir hayat.

Di Makkah, Syekh giat menghadiri majelis ilmu di Masjidil Haram. Hingga, kemudian seorang imam masjid utama tersebut, Syekh Ahmad Khatib Sambas meminta Nawawi untuk menggantikan posisinya. Maka, mulailah Syekh Nawawi menjadi pengajar dan membuka majelisnya sendiri di Masjidil Haram. Murid syekh berdatangan dengan jumlah yang banyak. Bahkan, beberapa di antara muridnya merupakan pemuda asal Indonesia. Salah satu muridnya, yakni KH Hasyim Asy'ari pendiri Nadlatul Ulama (NU).

Syekh Nawawi mengabdikan hidupnya untuk mengajar. Ia pun terkenal giat menulis dan menghasilkan banyak karya. Sampai-sampai, banyak manuskripnya disebarkan bebas kemudian diterbitkan tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga masuk dalam Dictionary of Arabic Printed Books. Karya lainnya mencapai seratus buku dari berbagai cabang ilmu Islam.

Di antara bukunya yang terkenal, yakni Tafsir Marah Labid, Atsimar Al-Yaniah fi Ar-Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, Al-Futuhat Al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Tak sedikit dari karya-karyanya yang diterbitkan di Timur Tengah. Universitas Al Azhar Kairo juga pernah mengundang syekh karena karya-karyanya yang digemari kalangan akademisi.

Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di universitas Islam tertua itu, syekh menjadi pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah.

Meski tak pernah mengajar di ranah nusantara, syekh menyebarkan ilmu melalui karya kepada masyarakat Indonesia. Karya-karyanya bahkan menjadi buku wajb di pesantren-pesantren. Bagi komunitas santri, Syekh Nawawi merupakan mahaguru yang banyak memberikan ilmu mengenai landasan beragama. Apalagi, ia juga merupakan guru dari sang pendiri NU. Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syekh Nawawi sebagai akar tunjang tradisi intelektual ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.

Pemikiran
Syekh Nawawi sering kali menyatakan diri sebagai penganut paham Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, sebuah paham yang dilahirkan Abu Hasan Al Asyari dan Abu Manshur Al Maturidi. Keduanya merupakan kelompok yang memfokuskan diri pada pembelajaran sifat-sifat Allah. Dari Syekh Nawawi, paham tersebut pun kemudian tersebar di nusantara.

Adapun dalam mazhab fikih, syekh Nawawi memilih mengikuti Imam Syafi'i. Hal ini terlihat dari karya-karyanya dalam ilmu fikih. Syekh Nawawi juga mempelajari ilmu tasawuf dan mengajarkannya. Ia bahkan menulis sebuah karya yang menjadi rujukan utama seorang sufi. Imam Al Ghazali juga banyak memengaruhi pemikiran Syekh Nawawi.

Ulama nusantara ternama internasional ini wafat di Syeib A'li, pinggiran Kota Makkah, pada 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1879 Masehi. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman Ma'la. Hingga kini, masyarakat nusantara, terutama masyarakat Banten, selalu memperingati hari wafatnya setiap tahun.



Oleh Afriza Hanifa
sumber: republika.com

Ketika Para Ibu Enggan dan Pelit Memberi ASI

Sebelum para ilmuwan melakukan penelitian tentang manfaat air susu ibu, Islam sudah memerintahkan agar para ibu menyusui anak-anaknya. Perintah itu terdapat Surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi;

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang maruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. “

Berdasarkan ayat tersebut, hubungan intim dengan ibu melalui kegiatan menyusui adalah hak seorang anak yang dilahirkan dari keluarga Muslim. Apalagi berabad-abad kemudian para ilmuwan yang melakukan penelitian mengakui bahwa ASI (Air Susu Ibu) memberikan banyak manfaat bagi perkembangan anak. Bayi-bayi diberi ASI dengan cukup memiliki kekebalan tubuh yang kuat dan memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang lebih baik dibandingkan bayi-bayi yang diberi susu formula.

Meski sudah tahu manfaat ASI, banyak kaum perempuan zaman sekarang yang enggan memberikan ASI pada anak-anaknya, termasuk ketakutan untuk melahirkan secara normal dan lebih memilih melahirkan lewat operasi. Ada fenomena para ibu bersikap lunak terhadap asupan makanan untuk anak-anaknya. Mereka lebih memilih memberikan susu formula dan makanan bayi instan, karena produk susu dan makanan itu kini sudah banyak tersedia di pasaran.

Kecenderungan itu juga terjadi di kalangan perempuan Muslim. Kesadaran untuk memberikan ASI pada anak-anaknya justeru masih tinggi di kalangan muslimah konservatif dengan tingkat pendidikan tinggi. Di balik pakaian tertutup mereka, masih mau memberikan ASI pada anak-anaknya yang masih bayi. Mereka masih memegang teguh kebiasaan kalangan kaum muslimin di awal-awal perkembangan Islam. Para ibu ketika itu, menyapih anaknya setelah berusia dua tahun dan tidak memberikan makanan padat sebelum gigi si anak tumbuh. Jika mereka tidak mampu menyusui bayi-bayi mereka karena alasan yang kuat, maka mereka akan mencari perempuan lain yang bisa menyusui bayi mereka.

Di zaman sekarang, banyak hal yang menyebabkan anak-anak Muslim kehilangan kesempatan untuk mendapatkan ASI. Baik dari faktor si ibu, anak dan faktor luar seperti sistem rumah sakit yang tidak mempromosikan pemberian ASI Eksklusif pada bayi yang baru lahir. Baru belakangan ini saja, Indonesia mengkampanyekan inisiasi menyusui dini di rumah-rumah sakit.

Rumah-rumah sakit kadang memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir. Kadang terjadi praktik yang tidak etis, dimana terjadi kesepakatan antara pihak rumah sakit dan produsen susu atau obat tertentu untuk mempromosikan produk-produk mereka pada pasien. Ada juga kaum perempuan yang hanya mau menyusui bayinya sampai usia enam bulan dengan alasan produksi ASI nya sudah berkurang. Padahal hal itu bisa diatasi dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berkalori.

Di sisi lain, karena faktor sang bayi, banyak para ibu yang harus berjuang agar bayinya mau menyusu ASI dan menolak memberikan susu botol pada bayinya yang baru lahir. Untuk kasus seperti ini, seorang ibu membutuhkan dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya dan si ibu dibiarkan untuk bersama-sama dengan bayinya paling tidak di 40 hari pertama kehidupan sang bayi.

Mengingat pentingnya ASI, patut disayangkan jika kaum perempuan Muslim enggan memberikan ASI pada bayi-bayinya yang baru lahir.Karena pemberian ASI yang baik akan menciptakan generasi-generasi Muslim yang kuat, sehat dan cerdas baik dari sisi intelektual maupun emosional, seperti hasil penelitian para ilmuwan tentang manfaat ASI. (red/iol)

sumber:eramuslim.com