Senja menjelang matahari tenggelam. Di langit masih nampak
semburat matahari yang akan sirna, karena akan datangnya malam.
Jalan-jalan mulai sepi. Orang-orang mulai masuk ke rumah
mereka. Diantara mereka ada, yang sedang berjalan menuju
‘baitullah’, tak jauh dari rumah mereka. Tetapi, ada seorang
lelaki yang berjalan, terus menelurusi jalan yang berliku-liku,
menuju sebuah bukit. Ia melangkah terus menuju sebuah bukit,
hingga bayangannya tak nampak lagi.
Sungguh tak ada yang menyangka, bahwa laki-laki yang dengan
kesendiriannya itu, dan berjalan menelurusi bukit, yang berbatu
dan berbelok, di senja hari itu, tak lain adalah Rasulullah
Shallahu alaihi wassalm, yang sore pergi ke kuburan Uhud. Uqbah
bin Umair, suatu ketika menuturkan bahwa Rasulullah Shallahu
alaihi wassalam, pergi ke kuburan Uhud. Rasulullah menshalati
mereka, sesudah delapan tahun mereka dikuburkan seperti seorang
yang mengucapkan kalimat perpisahan kepada orang-orang yang
meninggal.
Usai menshalati para pejuang Uhud itu, Rasulullah lalu
menyampaikan do’anya, yang lirih dengan penuh kekhusukkan. “Aku
adalah pendahulu kalian dan saksi atas kalian. Tempat bertemu
kalian adalah telaga, dan aku benar-benar melihat dari tempatku
berdiri ini. Aku tidak khawatir kalian akan syirik, akan tetapi
aku khawatir kalian akan bersaing memperebutkan dunia”, ungkap
Rasulullah.
Kemudian, Uqbah bin Umair menyatakan : “Itu adalah saat
terakhir aku melihat dan memandang Rasulullah Shallahu alaihi
wassalam”. (HR. Bukhari dan Muslim). Betapa bahagianya
orang-orang yang dapat melihat dan memandang serta bertemu
dengan kekasihnya Rasulullah Shallahu alaihi wassalam itu.
Mereka yang dapat bertemu dengan Rasulullah itu, bagaikan
mendapatkan air, ketika terik matahari pandang pasir, yang
memanggang sekujur tubuh, dan kering-kerontangnya tenggorokkan,
tiba-tiba mendapatkan tetesan air. Tetesan air kebahagian dari
perjumpaannya dengan Rasulullah. Betapa mereka akan berbahagia
kelak, di hari akhirat, yang mendapatkan do’a dan shafaat dari
Rasulullah. Seperti mereka pejuang Uhud, yang dido’akan oleh
Rasulullah Shallahu alaihi wassalam.
Betapa, ketika itu Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, yang
menjadi panutan dan tempat kembali para ummatnya, yang
menginginkan arahan dan do’a, justru Rasulullah Shallahu alaihi
wassalam, tidak mengkhawatirkan umatnya terjatuh ke dalam
lembah syirik. Tetapi, yang dikhawatirkan Rasulullah adalah
kalau-kalau umatnya banyak yang jatuh ke dalam pelukan dunia,
dan bersaing memperebutkan dunia. Dunia telah menjadikan
manusia yang hina. Dunia telah menjadikan manusia tidak
berharga. Dunia telah menjadikan manusia sebagai seekor
binatang, dan lebih hina dibandingkan dengan binatang. Karena
itu, Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, mengkhawatirkan
umatnya, jika nantinya bersaing memperebutkan sekerat kehidupan
dunia.
Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Akan tetapi aku khawatir
kalian akan besaing memperebutkan dunia. Kalian akan berbunuhan
dan akhirnya kalian binasa seperti orang-orang sebelulm
kalian”, ujar Baginda Rasulullah Shalllahu alaihi wassalam.
Uqbah bin Umair meriwayatkan ketika, belaiu melihat terakhir
Rasulullah, dan berkata : “Aku adalah pendahulu kalian. Aku
saksi kalian. Demi Allah, aku sekarang melihat telagaku. Aku
diberi kunci gudang-gudang bumi atau kunci-kunci bumi. Dan demi
Allah, aku tidak khawatir kalian akan syirik setelah aku mati,
tetapi aku khawatir kalian akan bersaing memperebutkan dunia”.
Sesungguhnya, dengan kalimat itu Rasulullah ingin
memperingatkan kita untuk tidak besaing dalam mencintai dunia
dengan cara yang menjadikan kita lalai untuk mengingat Allah
Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya.
“ Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang bebuat
demikian, maka emreka itulah orang-orang yagn merugi”.
(al-Munafiqun : 9).
Selanjutnya, Abu Hurairah menuturkan bahwa ia mendengar
Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, bersabda : “ Ketahuilah,
dunia itu terlaknat dan terlaknat pula seluruh yang ada di
dunia, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang mengikutinya,
serta seorang ulama atau pelajar”. (HR.Tirmidzi)
Maka, jika kita ingin memahami dunia dan hakikat dunia,
cukuplah kita membaca firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya perumpaan kehidupan duniawi itu adalah seperti
air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah
dengan suburnya karna air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya
ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila
bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti
menguasainya, tiba-tiba datangnya kepada azab Kami di waktu
malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana
tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah
tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir”. (Surah
Yunus : 24).
Semoga manusia mau menyadari bahwa apa yang ada di dunia ini,
semua fana, dan akan lenyap, tanpa bersisa. Kejarlah dunia,
hingga nafasmu habis, dan tenagamu tak bersisa, niscaya manusia
tak pernah mendapatkan kepuasan dengannya. Manusia yang lalai
dengan dunia, maka diakhirat kelak, tentu akan menjadi hina.
Tak mampu lagi berdiri tegak dihadapan Allah Azza Wa Jalla.
Dan, segeralah manusia memohon ampun dan tobat serta kembalilah
kepada mengingat Allah, yang maha kekal, selama-lamanya, dan
yang maha hidup, tak pernah tidur, serta senantiasa akan
menjaga hamba-hambanya yang selalu mengingat-Nya.
Mengapa umurmu, engkau habiskan hanya berbuat sia-sia yang tak
berharga, dan tak bernilai, sehingga engkau meninggalkan
kemuliaan, yang sudah dijanjikan oleh oleh Allah Ta’ala.
Kembalilah. Dan, tinggalkan dunia ini, dan gapailah kemuliaan
di akhirat, yang pasti akan datang. Wallahu’alam. (Ms)
sumber:eramuslim.com
No comments:
Post a Comment