kematian,ia merupakan akhir kehidupan seseorang atau habisnya umur
seseorang. Artinya, saat ajal seseorang itu tiba, saat itu pulalah kematian
datang menjemputnya. Ayat-ayat al-Quran yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah
menyatakan secara pasti bahwa Allah SWT sajalah Zat Yang menghidupkan dan
mematikan. Allah SWT berfirman:
وَاللَّهُ
يُحْيِي وَيُمِيتُ
Allah menghidupkan dan mematikan
(QS. Ali Imran [3]: 156).
Al-Quran juga menegaskan hal ini
pada banyak ayat lainnya (lihat QS. al-Baqarah [2]: 73, at-Tawbah [9]: 116,
Yunus [10]: 56, al-Hajj [22]: 6, al-Mu’minun [23]: 80, al-Hadid [57]: 2).
Allah SWT telah menetapkan ajal
bagi tiap-tiap umat maupun individu. Kematian, yaitu datangnya ajal, telah
ditentukan waktunya sebagai suatu ketetapan dari Allah yang tidak bisa
dimajukan maupun dimundurkan. Allah SWT berfirman:
مَا
تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا
وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ
Tidak ada suatu umat pun yang
dapat mendahului ajalnya dan tidak pula dapat memundurkannya (QS. al-Hijr [15]:
5; al-Mu’minun [23]: 43)
Bahkan, jika orang berupaya menghindar dari
kematian—dengan jalan membentengi diri dari apa saja yang dia sangka menjadi
sebab datangnya kematian seakan dia berlindung dalam benteng yang tinggi lagi
sangat kokoh sekalipun—maka hal itu tidak akan bisa menghindarkannya dari
kematian. Sebab, semua yang disangka sebagai sebab maut itu baik berupa sakit,
perang, dsb, sejatinya bukanlah sebab maut. Semua itu hanyalah kondisi yang
didalamnya kadang terjadi kematian, namun kadang juga tidak.
Ayat-ayat tersebut menegaskan
bahwa satu-satunya sebab kematian adalah habisnya ajal, yaitu habisnya jangka
waktu yang ditetapkan untuk manusia; atau datangnya ajal, yaitu datangnya batas
akhir umur manusia. Ketika itulah, Allah SWT mematikannya dengan mengutus
Malaikat Maut untuk mencabut ruh dari jasad. (QS. as-Sajdah [32]: 11).
Masalah ajal ini persis seperti
masalah rezeki. Ajal dan umur tiap orang telah ditetapkan oleh Allah. Allah SWT
juga menegaskan tidak akan memajukan atau menangguhkan ajal seseorang. Allah
tidak akan menambah atau mengurangi jatah umur seseorang. Dalam QS al-Munafiqun
[63]: 11, Allah mengungkapkan dengan kata lan yang merupakan penafian
selama-lamanya (Lihat pula QS. Fathir [35]:11).
Datangnya ajal adalah pasti,
tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. Berjihad, berdakwah, amar makruf nahi
mungkar, mengoreksi penguasa, dsb, tidak akan menyegerakan ajal atau mengurangi
umur. Begitu pula berdiam diri, tidak berjihad, tidak berdakwah, tidak
mengoreksi penguasa, tidak beramar makruf nahi mungkar, dan tidak melakukan
perbuatan yang disangka berisiko mendatangkan kematian, sesungguhnya tidak akan
bisa memundurkan kematian dan tidak akan memperpanjang umur. Semua itu jelas
dan tegas dinyatakan oleh ayat-ayat al-Quran seperti di atas.
Memang, ada sabda Nabi saw.
sebagai berikut:
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ
رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ
فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Siapa saja yang suka dilapangkan
rezekinya dan ditambah umurnya hendaklah ia bersilaturahmi. (HR al-Bukhari,
Muslim, Abu dan Ahmad).
Juga ada beberapa hadis
semisalnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pertambahan umur bukanlah
penundaan ajal. Yang bertambah tidak lain adalah keberkahan umurnya dalam
ketaatan kepada Allah. Bisa juga maknanya adalah bukan pertambahan umur
biologis, tetapi umur sosiologis, yakni peninggalan, jejak atau atsar
al-‘umri-nya yang terus mendatangkan manfaat dan pahala setelah kematian
biologisnya. Abu Darda menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
إِنَّ
اللهَ لاَ يُؤَخِرُ نَفْسًا
إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا، وَإِنَّمَا
زِيَادَةُ الْعُمْرِ بِالذُّرِيَّةِ الصَّالِحَةِ يَرْزُقُهَا الْعَبْدَ، فَيَدْعُوْنَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ،
فَيَلْحِقَهُ دُعَاؤُهُمْ فِيْ قَبْرِهِ، فَذَلِكَ
زِيَادَةُ الْعُمْرِ
Sesungguhnya Allah tidak akan
mengakhirkan (kematian) seseorang jika telah datang ajalnya. Sesungguhnya
bertambahnya umur itu dengan keturunan salih yang Allah karuniakan kepada
seorang hamba, lalu mereka mendoakannya sesudah kematiannya sehingga doa mereka
menyusulinya di kuburnya. Itulah pertambahan umur. (HR Ibn Abi Hatim dikutip
oleh al-Hafizh Ibn Katsir di dalam tafsirnya QS. Fathir [35] : 11).
Selain anak salih, hadis lain
menyatakan bahwa ilmu yang bermanfaat, sedekah jariah dan sunnah hasanah juga
akan memperpanjang umur sosiologis seseorang. Pelakunya, meski telah mati
secara biologis, seakan ia tetap hidup dan beramal dengan semua itu serta
mendapat pahala karenanya.
Dengan demikian, tidak ada
gunanya lari dari maut. Maut juga tidak selayaknya ditakuti karena pasti
datangnya. Yang harus dilakukan adalah mempersiapkan diri menyongsong datangnya
maut dan memelihara diri supaya maut itu datang dalam kondisi kita sedang
menunaikan ketaatan sehingga kita mendapatkan husnul khatimah. Inilah sikap
cerdas dan upaya yang berdaya guna. Orang yang paling cerdas adalah orang yang
paling banyak dan paling baik persiapannya dalam menyongsong datangnya maut.
Ibnu Umar meriwayatkan, Rasul
saw. pernah ditanya, siapakah Mukmin yang paling cerdas? Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ
لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ
اِسْتِعْدَادًا قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ
بِهِمْ أُوْلَئِكَ مِنْ اْلأَكْيَاسِ
Mereka yang paling banyak
mengingat maut dan paling baik persiapannya untuk menghadapi maut itu sebelum
turun kepada mereka. Mereka itulah yang termasuk Mukmin yang paling cerdas. (HR
Ibn Majah, al-Hakim, al-Baihaqi, Abu Nu’aim dan ath-Thabrani).
Wahai kaum Muslimin, sebelum ajal
datang, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan:
Pertama, hendaknya kita senantiasa mengingat kematian setiap waktu.
Kita melakukan kelalaian tatkala kita lupa akan kematian, lupa tentang
peristiwa sesudah mati. Kita melalaikan semua itu dan terperosok ke dalam
maksiat, nafsu syahwat, syubhat, dan membuat Allah SWT marah.
Sampai-sampai sebagian anak muda,
bila diingatkan tentang kematian mereka menjawab, “Biarkan kami hidup, makan,
minum. Jangan rusak kesenangan kami…” Kematian telah mengeruhkan dunia,
sehingga tidak menyisakan secuil kegembiraan pun pada orang-orang yang berhati
nurani.
Ibnu Umar menasihati, “Bila waktu
pagi, jangan tunggu waktu sore. Bila sore, jangan tunggu pagi. Pergunakan masa
sehatmu untuk persiapan sewaktu kamu sakit. Pergunakan hidupmu untuk persiapan
menghadapi kematian.”
Wahai kaum Muslimin, segeralah
melakukan taubatannasuha kepada Allah Ta’ala.
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ
ۚ إِنَّ اللَّهَ
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku
yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39] : 53)
Al-A’masy, ahli hadist kawakan,
ditangisi anak-anaknya ketika ajalnya hampir menjemput. Ia pun berkata,
“Janganlah kalian menangisiku! Demi Allah, selama enam puluh tahun lamanya aku
tidak pernah ketinggalan takbiratul ihram bersama imam,” tukasnya.
Sa’id Ibnu Musayyib, ketika
sekarat berujar, “Alhamudililah. Selama empat puluh tahun, saya selalu berada
di masjid Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, ketika muazin mengumandangkan
azan.”
Mereka mempersiapkan diri
menghadapi kematian dengan cara melakukan amal-amal shalih dan taubatannasuha.
Wallahu’alam.
Dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment