Mazhab Syafi’i merupakan mazhab yang paling banyak digunakan oleh umat muslim di Indonesia. Mazhab ini merupakan hasil ijtihad Imam Syafi’i. Beliau banyak mengembara dalam menceduk dan menimba ilmu. Imam Syafie dianggap seorang yang dapat memadukan antara hadits dan fikiran dan membentuk undang-undang fiqh. Beliau merupakan mujtadid pada abad ke-2 Hijriyah.
Syafi’i mempunyai dasar-dasar mazhab (ushul) dan kaidah (qaidah) yang secara langsung dicetuskan oleh pendirinya sendiri.
Ciri utama mazhab ini adalah pendapat lama (qaul qadim) dan pendapat baru (qaul jadid). Istilah yang melekat bagi Imam as-Syafi’i. Mazhab ini dianggap sebagai poros tengah yang mempertemukan dua kubu pemikiran fikih, yaitu kaum rasionalis (ahlu ar-ra’yi) dan tradisionalis (ahlu al-hadits).
Karenanya, tak mengherankan jika mazhab seperti ini akan terus mendapat perhatian besar dalam cakrawala dunia Islam karena telah mengakar kuat. Faktor ini pula yang kemudian menarik para pengikutnya untuk melakukan elaborasi pemikiran dalam dinamika dan tradisi kajian fikih, termasuk mengomparasikan serta mengkaji lebih jauh pandangan-pandangan fikih yang berlaku dalam mazhab Syafi’i dan mazhab lainnya.
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang).Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
Sunnah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam).
Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
Berbicara tentang Mazhab Syafi’i, mari mengenal Imam Syafi’i. Nama aslinya adalah Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al Muththalib bin Abdi Manaf. Gelar atau kunyah beliau adalah Abu Abdillah.
Biasanya orang Arab jika menulis nama mendahulukan gelar dari pada nama, sehingga disebut Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Beliau lahir di Gaza, bagian selatan Palestina, pada tahun 150 Hijriyah, pertengahan abad kedua hijriyah.Sebagian ahli sejarah mengatakan Imam Syafi’i lahir di Asqalan, tetapi kedua perkataan itu tidaklah berbeda karena Gaza dahulunya adalah daerah Asqalan. Kampung halaman Imam Syafi’i bukan di Gaza (Palestina) tapi di Mekkah (Hijaz). Kedua orang tua beliau datang ke Gaza untuk sebuah keperluan, dan tidak lama beliau lahir di situ.Sewaktu Imam Syafi’i masih dalam kandungan, sang Bunda bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnya dan terus naik membumbung tinggi, kemudian bintang itu berhamburan dan berserak menerangi daerah-daerah di sekelilingnya.Ahli mimpi pada saat itu memaknai mimpi itu bahwa ia akan melahirkan seorang putra yang ilmunya meliputi seluruh jagat. Dansekarang telah menjadi kenyataan bahwa ilmu Imam Syafi’i memang memenuhi dunia, bukan saja di tanah Arab, timur tengah dan Afrika, tetapi juga sampai kearah timur jauh, ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina dan lainnya.Beliau dilahirkan pada tahun 150 H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh Al Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit
eorang ulama di Baghdad (Pencetus Madzhab Hanafi).
****
Nasab Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf bin Qushay. Abdul Manaf bin Qushay yang menjadi kakek ke-9 Imam Syafi’i adalah Abdul Manaf bin
Qushay yang juga menjadi kakek ke-4 Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Gelar “Asy Syafi’i” dari Imam Syafi’i rahimahullah diambil dari kakek ke-4 beliau yaitu Syafi’i bin Saib.Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi’i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah?”Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.”Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih adab dan lain-lain.
Yaqut Al Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu An Nadim dalam Al Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah I, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan Ar Risalah Al
Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Al qran dan As Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.Begitulah kisah singkat beliau, dalam beberapa sumber kitab Manhaj Aqidah Imam Asy Syafi’i dikisahkan perjuangannya dalam menegakkan fiqih. Banyak murid-murid beliau yang menjadi para ulama, sebagaimana bintang terang yang berserakan cahayanya, salah satunya Imam Bukhari.Salah seorang guru fikih Syafi’i Imam Bukhari adalah Imam Al Humaidi, sahabat Imam Syafi’i yang belajar fiqkh kepada Imam Syafi’i ketika berada di Makkah. Beliau juga belajar fikih dan Hadis kepada Za’farani, Abu Thur dan Al Karabisi, ketiganya adalah murid Imam Syafi’i.Ada beberapa nasihat Imam Syafi’i yang sangat cocok dengan kondisi saat ini. “Lawanlah nafsu bicara dengan diam, hadapilah soal pelik dengan tafakur. Berpikir cermat berarti selamat, penyesalan dan keinsyafan menyebabkan kita menjadi waspada, musyawarah dengan orang-orang budiman akan memperkuat keyakinan”.
Dikatakan pula oleh beliau bahwa keutamaan itu ada empat yaitu (1) kebijaksanaan yang berpokok pada tafakur, (2) kesopanan yang berpokok pada penahanan nafsu, (3) kekuatan yang berpokok pada kekuatan yang sehat dan (4) keadilan yang berpokok pada keseimbangan jiwa.Subhanallah apa jadinya kita, jika tanpa perjuangan mereka para Imam. Alhamdulillah ilmu mereka bagaikan payung yang menaungi
oleh: wawan
diambil dari berbagai sumber
kita dari hujan kejahilan sampai saat ini. Baarakallahu fiikum
Saturday, 29 June 2013
KH Yusuf Mansur: Sedekah, Investasi Dunia Akhirat
Ustazd Yusuf Mansur
Ada banyak fungsi dan peran vital dari sedekah dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedekah, kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Daarul Qur’an, Ketapang, Cipondoh, Tangerang, KH Yusuf Mansur, adalah kebutuhan pokok tiap manusia.
Di level sosial, sedekah mengikis kesenjangan antara yang miskin dan kaya. “Sedekah mendekatkan hati mereka,” katanya. Berikut perbincangan lengkap pencetus Wisata Hati itu kepada wartawan Republika Nashih Nashrullah seputar sedekah.
Apa hakikat dan urgensi sedekah?
Sedekah hakikatnya adalah kebutuhan pokok setiap manusia sebagaimana sandang, papan, pangan. Sebab, sedekah adalah investasi dunia dan akhirat. Namun, balasan dunia-akhirat hanya diberikan kepada Muslim. Begitu banyaknya fungsi dan ganjaran sedekah bagi ahli sedekah,
Selain itu, sedekah jelas penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Meringankan beban kaum dhuafa yang makin berat dengan kenaikan harga BBM, mendekatkan hati kaum kaya dan miskin ketika kesenjangan sosial yang makin lebar.
Langkah itu sudah kita tempuh dengan menghidupkan kerja sama yang produktif. Seperti, lewat program Sedekah Sawah yang sudah panen perdana sayuran dan padi organik enam hektare di Kadudampit Sukabumi, Jawa Barat. Targetnya dapat mencetak satu juta ha sawah.
Sejauh mana potensi sedekah menurut Anda?
Alhamdulillah, bangsa kita termasuk bangsa yang gemar bersedekah. Potensi sedekah sangat luar biasa besarnya. Sebab, sedekah selain ada yang wajib dan terbatas, juga ada sedekah sunah yang tidak terbatas. Jadi, jika potensi zakat (sedekah wajib) cuma sekian triliun rupiah setahun, potensi sedekah lebih besar lagi.
Jangan takut kehabisan orang yang layak menerima sedekah sebagaimana pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sehingga, dengan kekuatan sedekah, kita dapat mencoba bangkit dan mandiri.
Bagaimana menumbuhkan kesadaran bersedekah?
Kita pakai cara tabsyir, yaitu menebarkan kabar gembira dari Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang ganjaran dan kedahsyatan sedekah. Misalnya, dengan sedekah, Allah akan menambah rezeki yang banyak, halal dan berkah, menyembuhkan penyakit, memanjangkan umur, mendorong terkabulnya doa dan harapan, menolak bala, dan lain sebagainya.
Hal ini kita sampaikan melalui testimoni para pelaku sedekah yang sudah membuktikan kedahsyatan sedekah. Buku kumpulan testimoni sedekah sudah diterbitkan PPPA Daarul Qur’an sebanyak dua jilid. Silakan dirujuk.
Apa cita-cita dari kampanye sedekah Anda?
Kita punya dream, punya mimpi, untuk mencetak kader pemimpin bangsa di segala bidang yang hafal Alquran, cita-cita ini kita kembangkan melalui Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an yang kita dirikan di beberapa daerah. Yang kedua, kita sedang mengembangkan sedekah produktif, seperti program Sedekah Sawah tadi itu. Dan, masih banyak program produktif unggulan lainnya.
Dua hal tersebut, mudah-mudahan membuat publik semakin percaya akan kedahsyatan sedekah dan menjadikan sedekah sebagai kebutuhan pokok mereka.
sumber:www.REPUBLIKA.CO.ID,
Ada banyak fungsi dan peran vital dari sedekah dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedekah, kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Daarul Qur’an, Ketapang, Cipondoh, Tangerang, KH Yusuf Mansur, adalah kebutuhan pokok tiap manusia.
Di level sosial, sedekah mengikis kesenjangan antara yang miskin dan kaya. “Sedekah mendekatkan hati mereka,” katanya. Berikut perbincangan lengkap pencetus Wisata Hati itu kepada wartawan Republika Nashih Nashrullah seputar sedekah.
Apa hakikat dan urgensi sedekah?
Sedekah hakikatnya adalah kebutuhan pokok setiap manusia sebagaimana sandang, papan, pangan. Sebab, sedekah adalah investasi dunia dan akhirat. Namun, balasan dunia-akhirat hanya diberikan kepada Muslim. Begitu banyaknya fungsi dan ganjaran sedekah bagi ahli sedekah,
Selain itu, sedekah jelas penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Meringankan beban kaum dhuafa yang makin berat dengan kenaikan harga BBM, mendekatkan hati kaum kaya dan miskin ketika kesenjangan sosial yang makin lebar.
Langkah itu sudah kita tempuh dengan menghidupkan kerja sama yang produktif. Seperti, lewat program Sedekah Sawah yang sudah panen perdana sayuran dan padi organik enam hektare di Kadudampit Sukabumi, Jawa Barat. Targetnya dapat mencetak satu juta ha sawah.
Sejauh mana potensi sedekah menurut Anda?
Alhamdulillah, bangsa kita termasuk bangsa yang gemar bersedekah. Potensi sedekah sangat luar biasa besarnya. Sebab, sedekah selain ada yang wajib dan terbatas, juga ada sedekah sunah yang tidak terbatas. Jadi, jika potensi zakat (sedekah wajib) cuma sekian triliun rupiah setahun, potensi sedekah lebih besar lagi.
Jangan takut kehabisan orang yang layak menerima sedekah sebagaimana pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sehingga, dengan kekuatan sedekah, kita dapat mencoba bangkit dan mandiri.
Bagaimana menumbuhkan kesadaran bersedekah?
Kita pakai cara tabsyir, yaitu menebarkan kabar gembira dari Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang ganjaran dan kedahsyatan sedekah. Misalnya, dengan sedekah, Allah akan menambah rezeki yang banyak, halal dan berkah, menyembuhkan penyakit, memanjangkan umur, mendorong terkabulnya doa dan harapan, menolak bala, dan lain sebagainya.
Hal ini kita sampaikan melalui testimoni para pelaku sedekah yang sudah membuktikan kedahsyatan sedekah. Buku kumpulan testimoni sedekah sudah diterbitkan PPPA Daarul Qur’an sebanyak dua jilid. Silakan dirujuk.
Apa cita-cita dari kampanye sedekah Anda?
Kita punya dream, punya mimpi, untuk mencetak kader pemimpin bangsa di segala bidang yang hafal Alquran, cita-cita ini kita kembangkan melalui Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an yang kita dirikan di beberapa daerah. Yang kedua, kita sedang mengembangkan sedekah produktif, seperti program Sedekah Sawah tadi itu. Dan, masih banyak program produktif unggulan lainnya.
Dua hal tersebut, mudah-mudahan membuat publik semakin percaya akan kedahsyatan sedekah dan menjadikan sedekah sebagai kebutuhan pokok mereka.
sumber:www.REPUBLIKA.CO.ID,
Amal Baik Jangan Ditunda-tunda
Suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Lalu, beliau menjawab, “Bersedekah selama kamu masih sehat, bakhil (suka harta), takut miskin, dan masih berkeinginan untuk kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda, sehingga apabila nyawa sudah sampai di tenggorokan maka kamu baru berkata, “Untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian’, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli warisnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Salah satu pelajaran yang terkandung dalam hadis yang diriwayat dari Abu Hurairah di atas, menganjurkan kepada kita untuk bersegera bersedekah dan melakukan amal-amal baik lainnya. Tegasnya, berbuat baik jangan ditunda-tunda. Harus segera dilaksanakan.
Hal ini selaras dengan firman Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 148, “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.”
karena kita tidak tahu jatah umur kita di dunia ini maka segeralah berlari menuju akhirat karena itu tujuan hidup kita...
Salah satu pelajaran yang terkandung dalam hadis yang diriwayat dari Abu Hurairah di atas, menganjurkan kepada kita untuk bersegera bersedekah dan melakukan amal-amal baik lainnya. Tegasnya, berbuat baik jangan ditunda-tunda. Harus segera dilaksanakan.
Hal ini selaras dengan firman Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 148, “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.”
karena kita tidak tahu jatah umur kita di dunia ini maka segeralah berlari menuju akhirat karena itu tujuan hidup kita...
Friday, 28 June 2013
Datangnya Ajal Adalah Pasti
kematian,ia merupakan akhir kehidupan seseorang atau habisnya umur
seseorang. Artinya, saat ajal seseorang itu tiba, saat itu pulalah kematian
datang menjemputnya. Ayat-ayat al-Quran yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah
menyatakan secara pasti bahwa Allah SWT sajalah Zat Yang menghidupkan dan
mematikan. Allah SWT berfirman:
وَاللَّهُ
يُحْيِي وَيُمِيتُ
Allah menghidupkan dan mematikan
(QS. Ali Imran [3]: 156).
Al-Quran juga menegaskan hal ini
pada banyak ayat lainnya (lihat QS. al-Baqarah [2]: 73, at-Tawbah [9]: 116,
Yunus [10]: 56, al-Hajj [22]: 6, al-Mu’minun [23]: 80, al-Hadid [57]: 2).
Allah SWT telah menetapkan ajal
bagi tiap-tiap umat maupun individu. Kematian, yaitu datangnya ajal, telah
ditentukan waktunya sebagai suatu ketetapan dari Allah yang tidak bisa
dimajukan maupun dimundurkan. Allah SWT berfirman:
مَا
تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا
وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ
Tidak ada suatu umat pun yang
dapat mendahului ajalnya dan tidak pula dapat memundurkannya (QS. al-Hijr [15]:
5; al-Mu’minun [23]: 43)
Bahkan, jika orang berupaya menghindar dari
kematian—dengan jalan membentengi diri dari apa saja yang dia sangka menjadi
sebab datangnya kematian seakan dia berlindung dalam benteng yang tinggi lagi
sangat kokoh sekalipun—maka hal itu tidak akan bisa menghindarkannya dari
kematian. Sebab, semua yang disangka sebagai sebab maut itu baik berupa sakit,
perang, dsb, sejatinya bukanlah sebab maut. Semua itu hanyalah kondisi yang
didalamnya kadang terjadi kematian, namun kadang juga tidak.
Ayat-ayat tersebut menegaskan
bahwa satu-satunya sebab kematian adalah habisnya ajal, yaitu habisnya jangka
waktu yang ditetapkan untuk manusia; atau datangnya ajal, yaitu datangnya batas
akhir umur manusia. Ketika itulah, Allah SWT mematikannya dengan mengutus
Malaikat Maut untuk mencabut ruh dari jasad. (QS. as-Sajdah [32]: 11).
Masalah ajal ini persis seperti
masalah rezeki. Ajal dan umur tiap orang telah ditetapkan oleh Allah. Allah SWT
juga menegaskan tidak akan memajukan atau menangguhkan ajal seseorang. Allah
tidak akan menambah atau mengurangi jatah umur seseorang. Dalam QS al-Munafiqun
[63]: 11, Allah mengungkapkan dengan kata lan yang merupakan penafian
selama-lamanya (Lihat pula QS. Fathir [35]:11).
Datangnya ajal adalah pasti,
tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. Berjihad, berdakwah, amar makruf nahi
mungkar, mengoreksi penguasa, dsb, tidak akan menyegerakan ajal atau mengurangi
umur. Begitu pula berdiam diri, tidak berjihad, tidak berdakwah, tidak
mengoreksi penguasa, tidak beramar makruf nahi mungkar, dan tidak melakukan
perbuatan yang disangka berisiko mendatangkan kematian, sesungguhnya tidak akan
bisa memundurkan kematian dan tidak akan memperpanjang umur. Semua itu jelas
dan tegas dinyatakan oleh ayat-ayat al-Quran seperti di atas.
Memang, ada sabda Nabi saw.
sebagai berikut:
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ
رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ
فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Siapa saja yang suka dilapangkan
rezekinya dan ditambah umurnya hendaklah ia bersilaturahmi. (HR al-Bukhari,
Muslim, Abu dan Ahmad).
Juga ada beberapa hadis
semisalnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pertambahan umur bukanlah
penundaan ajal. Yang bertambah tidak lain adalah keberkahan umurnya dalam
ketaatan kepada Allah. Bisa juga maknanya adalah bukan pertambahan umur
biologis, tetapi umur sosiologis, yakni peninggalan, jejak atau atsar
al-‘umri-nya yang terus mendatangkan manfaat dan pahala setelah kematian
biologisnya. Abu Darda menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
إِنَّ
اللهَ لاَ يُؤَخِرُ نَفْسًا
إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا، وَإِنَّمَا
زِيَادَةُ الْعُمْرِ بِالذُّرِيَّةِ الصَّالِحَةِ يَرْزُقُهَا الْعَبْدَ، فَيَدْعُوْنَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ،
فَيَلْحِقَهُ دُعَاؤُهُمْ فِيْ قَبْرِهِ، فَذَلِكَ
زِيَادَةُ الْعُمْرِ
Sesungguhnya Allah tidak akan
mengakhirkan (kematian) seseorang jika telah datang ajalnya. Sesungguhnya
bertambahnya umur itu dengan keturunan salih yang Allah karuniakan kepada
seorang hamba, lalu mereka mendoakannya sesudah kematiannya sehingga doa mereka
menyusulinya di kuburnya. Itulah pertambahan umur. (HR Ibn Abi Hatim dikutip
oleh al-Hafizh Ibn Katsir di dalam tafsirnya QS. Fathir [35] : 11).
Selain anak salih, hadis lain
menyatakan bahwa ilmu yang bermanfaat, sedekah jariah dan sunnah hasanah juga
akan memperpanjang umur sosiologis seseorang. Pelakunya, meski telah mati
secara biologis, seakan ia tetap hidup dan beramal dengan semua itu serta
mendapat pahala karenanya.
Dengan demikian, tidak ada
gunanya lari dari maut. Maut juga tidak selayaknya ditakuti karena pasti
datangnya. Yang harus dilakukan adalah mempersiapkan diri menyongsong datangnya
maut dan memelihara diri supaya maut itu datang dalam kondisi kita sedang
menunaikan ketaatan sehingga kita mendapatkan husnul khatimah. Inilah sikap
cerdas dan upaya yang berdaya guna. Orang yang paling cerdas adalah orang yang
paling banyak dan paling baik persiapannya dalam menyongsong datangnya maut.
Ibnu Umar meriwayatkan, Rasul
saw. pernah ditanya, siapakah Mukmin yang paling cerdas? Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ
لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ
اِسْتِعْدَادًا قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ
بِهِمْ أُوْلَئِكَ مِنْ اْلأَكْيَاسِ
Mereka yang paling banyak
mengingat maut dan paling baik persiapannya untuk menghadapi maut itu sebelum
turun kepada mereka. Mereka itulah yang termasuk Mukmin yang paling cerdas. (HR
Ibn Majah, al-Hakim, al-Baihaqi, Abu Nu’aim dan ath-Thabrani).
Wahai kaum Muslimin, sebelum ajal
datang, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan:
Pertama, hendaknya kita senantiasa mengingat kematian setiap waktu.
Kita melakukan kelalaian tatkala kita lupa akan kematian, lupa tentang
peristiwa sesudah mati. Kita melalaikan semua itu dan terperosok ke dalam
maksiat, nafsu syahwat, syubhat, dan membuat Allah SWT marah.
Sampai-sampai sebagian anak muda,
bila diingatkan tentang kematian mereka menjawab, “Biarkan kami hidup, makan,
minum. Jangan rusak kesenangan kami…” Kematian telah mengeruhkan dunia,
sehingga tidak menyisakan secuil kegembiraan pun pada orang-orang yang berhati
nurani.
Ibnu Umar menasihati, “Bila waktu
pagi, jangan tunggu waktu sore. Bila sore, jangan tunggu pagi. Pergunakan masa
sehatmu untuk persiapan sewaktu kamu sakit. Pergunakan hidupmu untuk persiapan
menghadapi kematian.”
Wahai kaum Muslimin, segeralah
melakukan taubatannasuha kepada Allah Ta’ala.
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ
ۚ إِنَّ اللَّهَ
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku
yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39] : 53)
Al-A’masy, ahli hadist kawakan,
ditangisi anak-anaknya ketika ajalnya hampir menjemput. Ia pun berkata,
“Janganlah kalian menangisiku! Demi Allah, selama enam puluh tahun lamanya aku
tidak pernah ketinggalan takbiratul ihram bersama imam,” tukasnya.
Sa’id Ibnu Musayyib, ketika
sekarat berujar, “Alhamudililah. Selama empat puluh tahun, saya selalu berada
di masjid Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, ketika muazin mengumandangkan
azan.”
Mereka mempersiapkan diri
menghadapi kematian dengan cara melakukan amal-amal shalih dan taubatannasuha.
Wallahu’alam.
Dari berbagai sumber
Thursday, 27 June 2013
Keuntungan Memasuki Islam
Betapa beruntungnya seorang manusia yang memeluk agama Allah ta’aala, yaitu Al-Islam. Sebab semenjak ia masuk Islam maka semua perbuatan yang ia lakukan mulai mendapat perhitungan serta ganjaran kebaikan di sisi Allah ta’aala.Adapun orang yang kafir, maka apapun yang ia kerjakan di dunia tidak akan memperoleh balasan kebaikan dari Allah ta’aala. Mengapa? Sebab mereka telah mengingkari perkara yang palingmendasar dalam kehidupan, yaitu ke-imanan kepada Allah ta’aala. Di dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa semua yang mereka kerjakan akan terhapus dari catatan rekening amal mereka. Bahkan ditegaskan bahwa mereka bakal menjadi orang-orang yang merugi kelak di akhirat.
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي
الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang kafir terhadap keimanan, maka hapuslah
amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
(QS Al-Maaidah ayat 5)
Ironisnya lagi, orang-orang kafir tersebut menyangka bahwa mereka telah berbuat kebaikan sewaktu di dunia sehingga mereka sudah berharap akan memperoleh surga di akhirat setelah mereka mati. Padahal justru ketika di akhirat itulah mereka baru sadar betapa celakanya mereka. Dan mereka baru sadar bahwa diri mereka sewaktu di dunia berada dalam kesesatan dan kekeliruan.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ
ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِ
رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ
لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنً
Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka
dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah
amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian
bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS Al-Kahfi ayat 105)
Semua itu terjadi lantaran orang kafir mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah ta’aala dan mereka tidak pernah secara sungguh-sungguh mempercayai akan datangnya hari perjumpaan dengan Allah ta’aala. Hari di mana manusia bakal mempertanggung-jawabkan segala apa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia. Bilamana ada orang yang mengajak mereka agar beriman kepada Allah ta’aala dan hari Akhir mereka kemudian mentertawakannya serta mendustakannya.
Maka pada hari Berbangkit kelak orang-orang kafir akan menyesali segala salah sikap yang mereka perlihatkan sewaktu di dunia dahulu. Bahkan mereka berkeinginan kuat untuk membayar apapun,
seandainya mungkin, agar mereka dapat terlepas dari siksaan Allah ta’aala.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ
جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ
مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai
apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu
(pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari
kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka,
dan mereka beroleh azab yang pedih.” (QS Al-Maaidah ayat 36)
Penyesalan orang kafir sedemikian rupa pada hari itu sehingga mereka menuntut kepada Allah ta’aala agar dapat dikembalikan ke dunia agar mereka dapat meralat salah langkah mereka sewaktu di dunia. Bahkan mereka mengakui bahwa mereka telah keliru karena tidak mau meyakini kebenaran Allah ta’aala dan Rasul-Nya sewaktu di dunia. Suatu keyakinan yang munculnya sangat terlambat. Suatu keyakinan yang sudah tidak membawa manfaat apapun bagi mereka pada hari Berbangkit tersebut, kecuali azab Allah ta’aala.
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ
صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika
orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan
Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat
dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan
mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
yakin.” (QS As-Sajdah ayat 12)
Maka, saudaraku, alangkah beruntungnya manusia yang memperoleh hidayah iman dan Islam di dunia. Sebab apapun kebaikan yang ia kerjakan bakal mendatangkan balasan kebaikan dari Allah ta’aala yang berlipat kali. Sementara kejahatan yang ia kerjakan hanya dibalas Allah ta’aala setimpal dengan kejahatan tersebut.
إِذَا أَسْلَمَ الْعَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ يُكَفِّرُ اللَّهُ
عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا
وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقِصَاصُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ
ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ
عَنْهَا
“Apabila seseorang masuk Islam kemudian Islamnya menjadi baik,
niscaya Allah akan menghapus segala kejahatan yang telah
dilakukan. Setelah itu, ia akan diberi balasan yaitu setiap
kebaikannya akan dibalas Allah sepuluh sampai tujuh ratus kali.
Sedangkan kejahatannya dibalas (hanya) setimpal kejahatannya itu,
kecuali jika Allah memaafkannya.” (HR Bukhary 1/72)
Maka sudah sepantasnya –sebagai ungkapan rasa syukur- kita ummat Islam berusaha keras mengajak siapapun ke jalan Allah ta’aala ini. Sampaikan kepada mereka: ”Aslim, taslam… Masuklah Islam-lah
engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan di akhirat.” Jangan hendaknya kita biarkan teman kerja kita di kantor, atau tetangga kita di rumah atau bahkan saudara kita yang non-muslim hidup tanpa iman dan Islam. Mumpung mereka masih hidup, mumpung kita masih diberi umur oleh Allah ta’aala. Marilah, saudaraku, kita da’wahi mereka ke jalan hidup yang sungguh akan menghantarkan mereka dan kita bersama kepada keselamatan
sumber: eramuslim.com
fid-dunya wal aakhirah.
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي
الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang kafir terhadap keimanan, maka hapuslah
amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
(QS Al-Maaidah ayat 5)
Ironisnya lagi, orang-orang kafir tersebut menyangka bahwa mereka telah berbuat kebaikan sewaktu di dunia sehingga mereka sudah berharap akan memperoleh surga di akhirat setelah mereka mati. Padahal justru ketika di akhirat itulah mereka baru sadar betapa celakanya mereka. Dan mereka baru sadar bahwa diri mereka sewaktu di dunia berada dalam kesesatan dan kekeliruan.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ
ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِ
رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ
لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنً
Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka
dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah
amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian
bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS Al-Kahfi ayat 105)
Semua itu terjadi lantaran orang kafir mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah ta’aala dan mereka tidak pernah secara sungguh-sungguh mempercayai akan datangnya hari perjumpaan dengan Allah ta’aala. Hari di mana manusia bakal mempertanggung-jawabkan segala apa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia. Bilamana ada orang yang mengajak mereka agar beriman kepada Allah ta’aala dan hari Akhir mereka kemudian mentertawakannya serta mendustakannya.
Maka pada hari Berbangkit kelak orang-orang kafir akan menyesali segala salah sikap yang mereka perlihatkan sewaktu di dunia dahulu. Bahkan mereka berkeinginan kuat untuk membayar apapun,
seandainya mungkin, agar mereka dapat terlepas dari siksaan Allah ta’aala.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ
جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ
مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai
apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu
(pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari
kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka,
dan mereka beroleh azab yang pedih.” (QS Al-Maaidah ayat 36)
Penyesalan orang kafir sedemikian rupa pada hari itu sehingga mereka menuntut kepada Allah ta’aala agar dapat dikembalikan ke dunia agar mereka dapat meralat salah langkah mereka sewaktu di dunia. Bahkan mereka mengakui bahwa mereka telah keliru karena tidak mau meyakini kebenaran Allah ta’aala dan Rasul-Nya sewaktu di dunia. Suatu keyakinan yang munculnya sangat terlambat. Suatu keyakinan yang sudah tidak membawa manfaat apapun bagi mereka pada hari Berbangkit tersebut, kecuali azab Allah ta’aala.
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ
صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika
orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan
Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat
dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan
mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
yakin.” (QS As-Sajdah ayat 12)
Maka, saudaraku, alangkah beruntungnya manusia yang memperoleh hidayah iman dan Islam di dunia. Sebab apapun kebaikan yang ia kerjakan bakal mendatangkan balasan kebaikan dari Allah ta’aala yang berlipat kali. Sementara kejahatan yang ia kerjakan hanya dibalas Allah ta’aala setimpal dengan kejahatan tersebut.
إِذَا أَسْلَمَ الْعَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ يُكَفِّرُ اللَّهُ
عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا
وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقِصَاصُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ
ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ
عَنْهَا
“Apabila seseorang masuk Islam kemudian Islamnya menjadi baik,
niscaya Allah akan menghapus segala kejahatan yang telah
dilakukan. Setelah itu, ia akan diberi balasan yaitu setiap
kebaikannya akan dibalas Allah sepuluh sampai tujuh ratus kali.
Sedangkan kejahatannya dibalas (hanya) setimpal kejahatannya itu,
kecuali jika Allah memaafkannya.” (HR Bukhary 1/72)
Maka sudah sepantasnya –sebagai ungkapan rasa syukur- kita ummat Islam berusaha keras mengajak siapapun ke jalan Allah ta’aala ini. Sampaikan kepada mereka: ”Aslim, taslam… Masuklah Islam-lah
engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan di akhirat.” Jangan hendaknya kita biarkan teman kerja kita di kantor, atau tetangga kita di rumah atau bahkan saudara kita yang non-muslim hidup tanpa iman dan Islam. Mumpung mereka masih hidup, mumpung kita masih diberi umur oleh Allah ta’aala. Marilah, saudaraku, kita da’wahi mereka ke jalan hidup yang sungguh akan menghantarkan mereka dan kita bersama kepada keselamatan
sumber: eramuslim.com
fid-dunya wal aakhirah.
Tiga Jenis Hati Manusia
Ulama, cendekiawan, dan ahli fiqih asal Suriah, Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah menyebutkan, ada tiga jenis hati manusia: Qalbun
Salim (hati yang sehat), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan
Qalbun Maridh (hati yang sakit).
Hati yang sakit (Qalbun Maridh) senantiasa dipenuhi penyakit hati
seperti riya’ (ingin dipuji orang ketika melakukan kebaikan),
hasad (iri hati/dengki), suka ghibah (membicarakan keburukan
orang lain), sombong, dan serakah.
Hati yang mati (Qalbun Mayyit) dikuasai hawa nafsu dan setan
sehingga ia tertutup dari nasihat dan mengenal Allah Swt. Orang
yang hatinya sudah mati sama sekali ia tidak mau menerima
nasihat, kebenaran, dan enggan beribadah.
Hati yang sehat (Qalbun Salim) adalah hati orang-orang beriman.
Hati ini “hidup”, bersih, senantiasa terbuka untuk nasihat
kebaikan, penuh ketaatan, sehingga menjadikan pemiliknya berjiwa
tenang (nafsul mutmainnah).
(Sumber:Kumpulan Tulisan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Pustaka Azzam).
Al-Jauziyah menyebutkan, ada tiga jenis hati manusia: Qalbun
Salim (hati yang sehat), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan
Qalbun Maridh (hati yang sakit).
Hati yang sakit (Qalbun Maridh) senantiasa dipenuhi penyakit hati
seperti riya’ (ingin dipuji orang ketika melakukan kebaikan),
hasad (iri hati/dengki), suka ghibah (membicarakan keburukan
orang lain), sombong, dan serakah.
Hati yang mati (Qalbun Mayyit) dikuasai hawa nafsu dan setan
sehingga ia tertutup dari nasihat dan mengenal Allah Swt. Orang
yang hatinya sudah mati sama sekali ia tidak mau menerima
nasihat, kebenaran, dan enggan beribadah.
Hati yang sehat (Qalbun Salim) adalah hati orang-orang beriman.
Hati ini “hidup”, bersih, senantiasa terbuka untuk nasihat
kebaikan, penuh ketaatan, sehingga menjadikan pemiliknya berjiwa
tenang (nafsul mutmainnah).
(Sumber:Kumpulan Tulisan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Pustaka Azzam).
Tipe Hati Manakah Kita...
Sesungguhnya perkara hati merupakan perkara yang besar, sehingga Allah menurunkan kitab suciNya untuk memperbaiki hati Hal yang menekankan pentingnya memperhatikan hati adalah bahwa Allahmenjadikan hati -sesuai hikmah dan ilmuNya- sebagai tempat bagi cahaya dan petunjukNya. Hati adalah tempat ilmu pengetahuan. Melalui hati, manusia dapat mengenal Rabbnya. Dengan hati, manusia mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Dengan hati, manusia dapat menghayati ayat-ayat syar'iyahNya. Allah berfirman,
"Maka
apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur`an ataukah hati
mereka
terkunci." (Muhammad: 24).
Ayat ini
menjelaskan bahwa hati manusia apabila terkunci, maka ia tidak akan dapat
memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat syar'iyahNya.Dengan hati pula manusia
dapat merenungkan ayat-ayat kauniyah, yaitu ciptaan Allah yang ada di jagad
raya ini dan yang ada di dalam jiwa.
Allah Ta’ala
berfirman,
"Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mem-punyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempu-nyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena
sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam
dada." (Al-Hajj: 46).
Melalui ayat
ini, Allah menjelaskan bahwa yang menjadi san-daran di dalam mengambil
pelajaran terhadap ayat-ayat kauniyah Allah dalam jagat raya dan dalam jiwa
adalah kecerdasan dan kesadaran hati.Dan hal lain yang menekankan pentingnya
menjaga hati ada-lah bahwa hati merupakan kendaraan yang digunakan seseorang
untuk dapat menempuh perjalanan menuju akhirat.Faktor penyebab lain yang
menekankan pentingnya menjaga hati adalah bahwa salah satu sifat hati yang
utama adalah mudah berbalik dan suka berubah. Hati sangat mudah berubah,
gampang berbuat, dan tidak menentu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
"Sungguh,
hati anak Adam itu sangat (mudah) berbolak-balik dari-pada bejana apabila ia
telah penuh dalam keadaan mendidih." (HR. Ahmad).
Sebuah hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menunjukan tentang pentingnya
kedudukan hati di antara unsur jasmani dan kebendaan lainnya.
Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah tidak melihat
kepada bentuk rupa dan harta kamu sekalian, tetapi Allah melihat kepada hati
dan amalmu yang ikhlas.” (HR. Muslim).
Menurut
riwayat dari Abi Sa’id RA, terdapat empat macam hati yang disebutkan oleh
baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadits ini bisa dijumpai juga
dalam sebuah buku yang berjudul Kitab al-Kabair, karangan Syeikh Imam Abi
al-Hasan Muhammad bin Abdul Wahab.
Pertama, Qalbun Ajrad (hati yang murni),
yaitu hati laksana lentera yang memancarkan cahaya. Hati ini membuka
pintu-pintunya untuk mendengar dan menerima kebenaran (alhaq).itulah hati
orang-orang Mukmin yang menjalankan ketaatan kepada Allah dan RasulNya secara
konsisten. Jenis hati ini disebut juga sebagai Qalbun Shaleh (hati yang sehat).
Kedua, Qalbun Aghlaf, hati yang keras
dan tertutup untuk menerima kebenaran dan petunjuk dari Allah. Ia disebut juga
sebagai Qolbun Mayyit (hati yang mati) karena tidak mengenal dan mengakui Allah
sebagai Tuhannya.Ketika diseru pun ke jalanNya, maka seruan itu tidak berfaedah
ama sekali
disebabkan hatinya sudah tertutup. (QS. Al-An’am [6]:25). Tidak lain, jenis
hati ini adalah hatinya orang-orang kafir.
Ketiga, Qalbun Mankus (hati yang terbalik).
Yaitu hati orang-orang munafik. Hati ini sebetulnya mengetahui kebenaran Islam
sebagai agama samawi, akan tetapi ia berbuat inkar. Bahkan ia memusuhi dan
menghalang-halangi orang lain untuk mengikuti kebenaran tersebut.
Kempat Qalbun Mushaffah. Yaitu, hati
yang di dalamnya terdapat dua unsur sekaligus, keimanan dan kemunafikan. Kedua
unsur ini saling tarik-menarik sehingga terkadang hati tersebut condong dan dekat
kepada keimanan dan terkadang kepada kekufuran, tergantung kepada salah satu
yang mendominasinya.Jenis hati ketiga dan kempat ini disebut Qalbun Maridh
(hati yang sakit) karena terdapat penyakit atau
virus yang menyerangnya, yaitu berupa fitnah syahwat (nafsu) dan shubhat
(sikap ragu) dengan motivasi syaitan yang terkutuk.Sebagai bahan muhasabah
diri, masing-masing di antara kita dapat mengetahui secara jujur dan objektif,
tipe hati manakah yang sebenarnya kita miliki dari keempat macam hati di atas.
Mudah-mudahan
kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mempunyai tipe hati yang
pertama, yaitu hati yang murni dan sehat.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa,
"Wahai
Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku berpegang teguh pada
agamaMu." (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
banyak bicara
banyak salah mohon maaf lahir dan batin.
oleh: wa2n
Subscribe to:
Posts (Atom)